SEJARAH ASAL USUL DESA LEMAHABANG

SEJARAH ASAL USUL DESA LEMAHABANG KABUPATEN CIREBON mengenai perjalanan sejarah asal usul berdirinya desa/kelurahan Lemahabang ini dimulai pada kisaran abad 15 (Pustaka Kerajaan Cirebon : PH Yusuf Dendabrata), terjadilah perintisan pedukuhan Lemahabang. Pedukuhan Lemahabang merupakan pinggiran Desa Caruban yang keberadaannya dirintis oleh Datuk Abdul Djalil (Syaikh Lemahabang / Syaikh Siti Jenar).

Asal muasal berdirinya Desa Lemahabang Pedukuhan/ Desa Lemahabang merupakan hutan lebat dan hamparan rumput alang-alang yang hanya dihuni hewan melata dan berbagai jenis serangga ganas serta jenis hewan lainnya. Jika musim kemarau dating, sejauh mata memandang hamparan rumput alang-alang berwarna coklat tergelar, acap kali terbakar dan menyisakan abu yang menghitam, tapi jika musim penghujan tiba hamparan rumput tersebut berubah menjadi rawa-rawa tempat hewan liar membangun sarang.

Kedatangan dan usaha Syaikh Siti Jenar mengubah segalanya menjadi sebuah pedukuhan, dengan hanya membangun Tajug Agung yang sebelah kirinya dibangun kediaman beliau dan jarak 30 langkah di bangun pula 9 gubuk kayu beratap daun kawung tempat tinggal janda tua dan anak yatim. Janda tua dan anak yatim bukanlah manusia yang lemah yang minta dikasihani, bahkan sebaliknya mereka hidup mandiri dengan menganyam tikar danmencari kayu bakar bahkan dengan bercocok tanam memanfaatkan ladang yang ada.

Keberadaan Tajug Agung sangatlah penting sebagai penunjang beribadah dan kegiatan keagamaan lainnya, bahkan dari tempat inilah Syeikh Siti Jenar menyiarkan Islam. Keunikan dan cirri khas masyarakat pedukuhan Lemahabang antara lain dengan cara berpakaian, para wanita selalu mengenakan “kemben” (kain penutup dada) dan para pria selalu mengenakan “kain” (dester/jubah) juga dilengkapi golok di pinggang kiri sebagai lambing kehormatan kaum pria untuk melindungi kaum wanita, tentu itu semua bertolak belakang dengan adat istiadat dan budaya Kerajaan “Galuh Pakuan” saat itu.

Sepeninggal Syeikh Siti Jenar Pedukuhan Lemahabang menjadi sepi. Menjelang beberapa tahun kemudian munculah seorang pinageran bernama Pangeran Welang yang menghidupkan kembali segala aktivitas, baik dari perekonomian, kebudayaan dan keagamaan serta segala kehidupan di Pedukuhan Lemahabang. Pangeran Welang menetap di Blok Kringkel (Kroya), lalu beliau menuju ke saebelah barat Pedukuhan Lemahabang yang sekarang bernama Blok Tabet, dari Blok Tabet berpindah lagi ke sebelah selatan yang dinamakan Blok Makam panjang. Di Blok Makam Panjang beliau meninggalkan pusaka keris bernama Sikara Welang. Dari Blok Makam Panjang beliau pindah lagi ke sebelah selatn yaitu Blok Kamer, beliau menuju ke sebelah timur dan mengadakan ritual bertapa di Blok tersebut, sehingga daerah tersebut dinamakan Blok Tapa.

Perkembangan Pedukuhan Lemahabang sangatlah cepat dengan dibangunnya pasar sebagi tempat kegiatan perekonomian yang ramai dikunjungi saudagar dan pedagang dari luar daerah Lemahabang itu sendiri, dengan adanya hari pasaran setiap satu minggu sekali. Sebelah timur pasar digunakan kegiatan pandai besi, pembuatan alat dapur dan penyamakan kulit. Hal itu sangat mendukung, karena selain bangunan pokok (Tajug Agung) berdiri pula bangunan berderet melingkari Tajug Agung. Di samping itu, berdiri pula sanggar tempat pemujaan dan Vihara tempat beribadah umat Hindu dan Budha.

Nama Pedukuhan (desa) Lemahabang tentunya tidak terlepas dari perintis pedukuhan itu sendiri, yakni Syeikh Siti Jenar (Syeikh Lemahabang/datu Abdul Jalil).

Sudut pandang pemberian nama Pedukuhan (Desa) Lemahabang terbagi :
1.    Secara “lahiriah” pedukuhan Lemahabang diartikan ;
“Lemah” berarti “Tanah” dan “Abang” berarti “Merah”
Pedukuhan Lemahabang berarti Pedukuhan yang sebagian tanahnya merah atau Pedukuhan yang subur, sebab tanah merah adalah salah satu jenis tanah yang paling subur.
2.    Secara “Hakekat” pedukuhan Lemahabang diartikan :
    “Lemah” berarti “Tenang”, “Abang” berarti “Darah” (nafsu)
    Kata Lemahabang diartikan secara hakekat bahwa dimata Tuhan keberadaan manusia sederajat, yang kemuliaannya ditentuak oleh keimanan dan ketaqwaan masing-masing manusia itu sendiri, tentunya melalui proses hawa nafsu yang ada dalam diri manusia, baik dari hawa nafsu amarah, sawiyah sampai kepada hawa nafsu mutmainah.
    “Secara hakekat Lemahabang diartikan sebagai “hawa nafsu mutmainah” (ketenangan jiwa). Diharapkan warga Pedukuhan (Desa) Lemahabang identik dengan hawa nafsu mutmainah (ketenangan jiwa) dan tidak selalu mengumbar “Nafsu amarah”.

Perkembangan Pedukuhan Lemahabang pada abad 20 menjadi  salah satu daerah yang merupakan salah satu wilayah dari Kabupaten Cirebon yang sekarang dikenal sebagai Desa Lemahabang Kulon dan  Desa Lemahabang Wetan hasil dari pemekaran Desa Lemahabang, tepatnya terjadi pada tahun 1985.

Nama-nama Kepala Desa Lemahabang dan Desa Lemahabang Wetan yang diketahui diantaranya :

1.    nata Wijaya    : 1901 – 1917
2.    Marta    : 1917 – 1923
3.    Sarminah I    : 1923 – 1927
4.    Sema    : 1927 – 1934
5.    Muad    : 1934 – 1943
6.    Mustakia I    : 1943 – 1946
7.    Sarminah II     : 1946 – 1949
8.    Mustakia II     : 1949 – 1953
9.    Dastra    : 1953 – 1965
10.    Temu     : 1965 –
11.    Andar Munandar (alm)     : 1985 – 1994
12.    Abdullah H (Pjs)    : 2002 – 2003
13.    Edi Hartono (Pjs)    : 2003 – 2005
14.    Turino Junaedi    : 2005 – sekarang

Riwayat singkat Desa Lemahabang Kulon setelah adanya pemekaran wilayah dipimpin oleh (alm) Bapak Andar Munandar selaku Kepala Desa Lemahabang Kulon yang pertama dengan masa jabatan tahun 1985 sampai dengan tahun 1994, dan beliau melanjutkan masa kepemimpinan periode kedua sampai akhirnya beliau meninggaldunia sebelum masa jabatannya habis. Sepeninggal beliau, tumpuk kepemimpinan Desa Lemahabang Kulon dijabat oleh para Pejabat Sementara, yaitu :

1.    Bapak Abdullah H (Sekdes) periode tahun 2002 - 2003
2.    Bapak Edi Hartono (Kaur Pemerintahan Desa Lemahabang Kulon) periode tahun 2003 – 2005

Pada tanggal 26 Januari 2005 tampuk kepemimpinan Desa Lemahabang Kulon dijabat oleh Bapak Turino Junaedi selaku Kepala Desa yang dipilih langsung oleh masyarakat Lemahabang Kulon.

Sebuah pepatah mengatakan : “Barang siapa yang meninggalkan dan melupakan seni budaya dan para leluhurnya, maka terimalah kehancuran dari suatu daerah tersebut”.

Baca Selengkapnya »

SEJARAH ASAL USUL DESA KREYO

SEJARAH ASAL USUL DESA KREYO KABUPATEB CIREBON , Perlu diketahui bahwa Desa Kreyo berada di Kecamatan Klangenan, merupakan batas disebelah utara Kecamatan Klangenan. Jumlah penduduk 6.045 orang, laki-laki 3.023 orang perempuan 3.022 orang, luas tanah 384,57 Ha. Mata pencaharian petani, pedagang dan wiraswasta lainnya.

Pada jaman dahulu di Negara Syam adalah seorang putera yang bernama Syeh Sayid Sarifudin. Ketika menginjak dewasa Syek Sayid Sarifudin berkeinginan untuk mencari ilmu ke Jawa dan adu kesaktian. Syekh Sayid saruifudin Mohon pamit kepada kedua orang tuanya, namun orang tuanya tidaka menijinkan. Dengan keinginannya  yang kuat Syeh Sayid Sarifudin memaksakan diri tanpa pamit kepada orang tuanya, berangkatlah untuk memenuhi apa yang dicita-citakannya. Syeh Sayid Sarifudin datang di Jawa berlabuh di Mundu Pesisir. Di Mundu penghuninya hanya beberpa orang saja, bertemu aki-aki dan nini. Syeh Sayid Sarifudin memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuannya kepada kedua oran tua itu, yaitu inguin adu kesaktian dengan Syeh Syarif Hadayatullah di Cirebon. Jika dirinya dapat dikalahkan, maka bersedia untuk menjadi muridnya.

Kehidupan aki-aki dan nini-nini setiap harinya mencari buah gayam. Buah gayam dibentang (Cirebon) yaitu dibelah diambil isinya untuk dijual . Aki-aki tersebut sehari-harinya “mbentongi” gayam sehingga dijuluki Syeh Bentong.

Syeh Bentong memberi penjelasan kepada Syeh Sayid Sarifudin nanti diantar ke Cirebon untuk menemui Syeh Syeh Syarif Hidayatullah. Dalam berbincang-bincang, tibalah waktu sholat. Syeh Bentong tanpa permisi menghilang masuk ke kentongan, tenggang beberpa menit nini-nini masuk lagi ke kentongan. Syeh Sayid sarifudin kebingungan lubang kentongan yang sempit bisa dimasuki Syeh Bentong bersama istrinya. Syeh Bentong merminta kepada istrinya untuk menggapai tangan Syeh Sayid Sarifudin agar bisa masuk ke kentongan. Setelah Syeh Sayid Sarifudin masuk di kentongan kelihatan berubah ada mesjid besar dan megah, seperti mesjid yang ada di Negara Syam.

Syeh Bentong sholat berjamaah memohon kepada Syeh Sayid Sarifudin menjdai imam. Bingung juga Syeh Sayid Sarifudin dibuatnya, yang semula hanya bertiga, tahu-tahu kemudian sholat dimulai banyak sekali orang yang ikut ma’mun. Begitu selesai sholat orang-orang jadi tidak tahu arahnya bubar sekejap itu. Selesai melaksanakan sholat keluar lagi dari kentongan, kebetulan Syeh Bentong kedatangan tamu dari Indramyu yaitu Pangeran Suryadarma membawa oleh-oleh buah mangga yang besar sekali, kemudian Syeh Bentong meminta kepada iostrinya untuk menghidangkan buah mangga kepada Syeh Sayid Sarifudin. Syeh Sayid Sarifudin mengupas buah mangga itu namun aneh buah mangga tidak bisa dikupas. Syeh Bentong dengan senyum dikulum berkata kepada istrinya masa tamu harus mengupas mangga, lebih baik nini saja yang mengupasnya. Dengan cekatan mangga itu dikupas oleh nini dengan mudahnya. Dan Syeh Sayid Sarifudin menikmati buah mangga yang besar itu, tetapi dalam dirinya mengagumi akan kesaktian kedua orang tua itu.

Syekh Sayid Sarifudin mohon pamit kepada Syekh Bentong dan istrinya untuk meneruskan perjalanan menemui Syekh Sarif Hidayatullah. Ditunjukilah oleh Syekh Bentong bahwa jalannya kearah utara.

Diperjalanan Syekh Sayid Sarifudin bertemu dengan orang yang sedang mencari rumput. Syekh Sayid Sarifudin  berhenti sejenak dan bertanya kepada orang itu, kemanakah arah jalan untuk menemui Syekh Sarif Hidayatullah?. Akan tetapi orang yang ditanya itu balik bertanya, apakah maksud andika ingin menemui Syekh Sarif Hidayatullah?. Saya mau mencoba ilmunya, bahwa kalau rambut saya yang panjang ini bisa dipotong, saya merasa menyerah dan menjadi muridnya, jawab Syekh Sayid Sarifudin. Kalau tujuannya hanya itu biar dipotong oleh saya saja, tetapi asalkan suka dan rela. Syekh Sayid Sarifudin menyerahkan rambutnya yang panjang untuk dipotong. Hanya dengan jari tangannya saja rambut yang panjang itu bisa dipotong, sekarang tempat kejadian tersebut dinamakan Sukalila dan rambutnya disimpan di Karanggetas. Kedua tempat itu ada di wilayah Kota Cirebon.

Setelah tahu rambutnya dapat dipotong hanya dengan jari tangannya saja, hati Syekh Sayid Sarifudin berbicara betapa hebatnya ilmu orang itu, walaupun hanyalah seorang penyabit rumput saja. Syekh Sayid Sarifudin membalikkan badannya untuk mengucapkan rasa terima kasihnya, akan tetapi orang itu tidak ada di tempatnya, hilang tak tahu kemana perginya. Tiba-tiba terdengar suara tanpa ujud. Hai satria, bila ingin menemui Syekh Sarif Hidayatullah teruskan perjalananmu kea rah utara. Saya hanyalah seorang abdi dalem beliau.

Syekh Sayid Sarifudin setelah mendengarkan suara itu, menjadi semakin bingung. Sehingga perjalanannya tersesat di suatu pedukuhan.

Datang di pedukuhan itu, bertemulah dengan oprang tua yang sedang berkerumun dengan beberapa orang pengikutnya, yaitu Ki Dempul, Nyi Mas Plembang, Ki Bei, Ki Gundul dan Ki Sirait.
Kedatangan Syekh Sayid Sarifudin disambut dengan baik (reyo-reyo, Cirebon) atau ria-ria. Sejak itu maka pedukuhan tersebut dinamakan Kreyo dan sekarang adalah Desa Kreyo. Orang tua itu adalah sesepuh pedukuhan Kreyo disebutnya Ki Gede Kreyo.

Peninggalan pusaka yang masih ada diantaranya :

Soko Dengkol
Kemung / Bende
Keris
Tombak
Pedaringan
Kendang

-    Soko Dengkol sebagai alat penyumpahan, bagi yang bersalah, kalau memegang benda itu nanti tangannya menjadi dengkol (melengkung)
-    Kemung / Bende sebagai alat pemberitahuan bilamana desa ada keperluan.
-    Keris sebagai alat untuk perang membela Agama
-    Tombak sebagai penyerangan terhadap musuh/lawan
-    Pedaringan sebagai alat tempat penyimpanan (beras).
-    Kendang alat kesenian, karena Ki Gede Kreyo senangnya ramai-ramai/hiburan dan sebagai alat untuk mengundang pengikutnya.

Begitu pula sampai sekarang adat desa yang dari leluhur masih dilaksanakan seperti ngunjung sedekah bumi, mapag sri, tulak tanggul, mulang taambah (waktu padi mengandung.

Pusaka seperti kemung/bende, keris, Tombak, pedaringan, sekarang disimpan di kuwu selagi bertugas. Soka dengkol sekarang disimpan di desa dirawat dibungkus dengan kain.

Ki Gede Kreyo sampai sekarang makamnya banyak dikunjungi orang dan tiap adat desa diadakan kesenian wayang kulit, topeng, sandiwara daan lai-lain. Masyarakat Desa/Kelurahan Kreyo dikenal senangnya raamai-ramai, walaupun sedang usaha jauh kalau ada ramai-ramai dipastikan akan dating.

Daftar Nama Susunan Kuwu Kreyo yang diketahui adalah :

1.    Jare    : 1921 – 1936
2.    Majid    : 1936 – 1936 (40 hari)
3.    Sayamin    : 1936 – 1961
4.    Durahub    : 1961 – 1966
5.    Pamuji    : 1966 – 1976
6.    Arika    : 1976 – 1984
7.     Usman    : 1984 – 1990
9.    Sadiyu    : 1998 – 2003
10.    Abdul Fusroni    : 2003 – sekarang

Baca Selengkapnya »

SEJARAH ASAL USUL DESA KEJUDEN KABUPATEN CIREBON

SEJARAH ASAL USUL DESA KEJUDEN KABUPATEN CIREBON Ki Ageng Menit disebut pula Ki Ageng Lurah, adalah orang yang berjasa dalam mendirikan Pedukuhan Lurah, dalam mengemban tugas dari Sultan  Cirebon. Sekarang Pedukuhan Lurah menjadi Desa Lurah, yang wilayah kekuasaannya meliput Pedukuhan Keduanan, Pedukuhan Kejuden dan Pedukuhan Getasan.

Ki aGeng Lurah mempunyai putra lima orang, kesemuanya diberi tugas oleh ayahandanya untuk memimpin pedukuhan di wilayah kekuasaannya yaitu :

1.   Putra pertama ditugaskan sebagai pemimpin di Pedukuhan Kebarepan, kemudian dikenal dengan nama Ki Gede Kebarepan.
2.   Putra kedua diberi tugas sebagai pemimpin di Pedukuhan Keduanan, kemudian dikenal dengan nama Ki Gede Keduanan
3.   Putra ketiga diberi tugas sebagai pemimpin di Pedukuhan Kejuden, kemudian dikenal dengan nama Ki Gede Judipati atau Ki Gede Kejuden.
4.   Putra keempat, seorang perempuan diberi kekuasaan di Pedukuhan Getasan, dikenal dengan nama Nyi Gede Getasan.
5.   Putra kelima menempati Pedukuhan Lurah, disebutnya Lurah Gede.

Putra ketiga Ki Agung Lurah , yang diberi tugas sebagai pemimpin di Pedukuhan Kejuden, nama aslinya adalah Ki Kandim. Sosok Ki Kandim dalam memimpin pedukuhannya terkenal bijak, jujur dan tegas dalam menyelesaikan suatu persoalan, demi kelancaran serta keadilan.

Sikap kepemimpinan Ki Kandim yang terpuji itu didengar oleh Sultan Cirebon, sehingga pada suatu waktu Ki Kandim diundang oleh Sultan Cirebon. Setelah Ki Kandim menghadap Sultan Cirebon menghaturkan sembah baktinya, kemudian Sultan mengangkat Ki Kandim menjadi keluarga keraton daan seketika itu diberi tugas sebagai eksekutor bagi terpidana yang telah dijatuhi hukuman gantung dengan gelar Ki Judipati.

Untuk melaksanakan tugasnya, Ki Judipati diberi sarana tiang gantungan dan seutas tambang jerat yang terbuat dari sutra. Tambang tersebut tidak akan menjerat leher terpidana, jika kesalahannya tidak seberat hukuman yang telah dijatuhkan. Akan tetapi jika kesalahan terpidana layak untuk dijatuhi hukuman gantung, maka tambang tersebut akan menjerat leher terpidana dengan sendirinya.

Atas tugas dari Keraton Cirebon serta gelar yang baru yaitu Ki Judipati, maka Ki Kandim semakin terkenal dikalangan masyarakat dengan julukan Ki Judi. Sehingga pedukuhan yang dipimpinnnya terkenal dengan sebutan Pedukuhan Ki Judi. Yang kemudian sebutan Ki Judi menjadi Kejuden. Perubahan sebutan yang semacam itu lazim bagi orang Cirebon, antara lain tempat para putri disebut Keputren, wilayah tugas Mantri Polisi atau Ke-mantri-an disebut Kemantren.

Oleh sebab itulah maka Pedukuhan Ki Judipati disebut Pedukuhan Kejuden, yang kemudian hari berkembang menjadi Desa Kejuden dalam wilayah Kecamatan  Plumbon.

Daftar Nama-nama Kuwu Kejuden yang diketahui diantaranya :
1.   Rondje                                  : 1778 – 1802
2.   Sanggi                                   : 1802 – 1825
3.   Magut                                   : 1825 – 1849
4.   Mastur                                  : 1849 – 1871
5.   Sepuh                                    : 1871 – 1892
6.   Masdi                                    : 1892 – 1914
7.   Lami Djaaja Permuka            : 1914 – 1935
8.   Ardeni                                   : 1935 – 1949
9.   Sardima                                 : 1949 – 1952
10. Adiya                                    : 1952 – 1967
11. Kurini K                                : 1967 – 1995
12. Urip Sondjaja                        : 1995 – 1998
13. Sumarno (Pjs)                       : 1998 – 1999
14. Udi S                                    : 1999 – sekarang

Baca Selengkapnya »

DAFTAR NAMA LURAH SE KABUPATEN CIREBON TERBARU

DAFTAR NAMA LURAH LENGKAP SE KABUPATEN CIREBON TERBARU 2014/2015 . Perlu diketahui bahwa Kabupaten Cirebon ini memiliki 40 Kecamatan dan 420 Desa/Kelurahan untuk detail bisa lihat di Daftar Nama Kecamatan dan Desa /Kelurahan beserta Kode Pos Sekabupaten Cirebon yang diantaranya  12 dipimpin oleh Lurah dan sisanya dipimpin oleh Kepala Desa. Berikut dibawah ini adalah Nama Pejabat Lurah Sekabupaten Cirebon 2014/2015 Paling Terbaru ::


NAMA LURAH LENGKAP JABATAN UNIT KERJA
     
Drs. H. ABDUL AZIS, M.Si. Lurah Kelurahan Babakan
MAHARTO, S.Sos.,M.Si. Lurah Kelurahan Sendang
YAKYA Lurah Kelurahan Kaliwadas
DANI RIDWANA, S.Sos. Lurah Kelurahan Perbutulan
BUDI KUSWARA Lurah Kelurahan Sumber
MANSUR Lurah Kelurahan Gegunung
SAID BACHRUDIN, S.AP. Lurah Kelurahan Kemantren
SUBKHAN, S.Sos. Lurah Kelurahan Kenanga
SUKARDI, S.Sos. Lurah Kelurahan Pasalakan
RADI Lurah Kelurahan Pejambon
HARRIMAN NURBEKA, SAP. Lurah Kelurahan Tukmudal
JUDA, S.AP, M.Si. Lurah Kelurahan Watubelah

Informasi mengenai Nama Lurah di Kabupaten Cirebon semoga bisa bermanfaat bagi yang membutuhkannya.

Baca Selengkapnya »

DAFTAR ALAMAT DINAS KANTOR OPD SE KABUPATEN CIREBON

DAFTAR ALAMAT DINAS KANTOR OPD SE KABUPATEN CIREBON pada sebelumnya kami telah memberikan Info seputar Daftar Lengkap Nama OPD Badan Dinas Kantor Se Kabupaten Cirebon dan pada kesempatan kali ini kami juga berbagi informasi dan sering ditanyakan oleh masyarakat mengenai Alamat Lengkap Kantor Dinas Badan OPD se Kab. Cirebon dan untuk lebih lengkapnya bisa dilihat di bawah ini ::


Sekretariat Daerah Jalan Sunan Kalijaga No. 7 Sumber Cirebon 45611
Sekretariat DPRD jalan Sunan Bonang no.1 Komplek Perkantoran Pemkab Cirebon di Kota Sumbe
Sekretariat KPU Jalan R. Dewi Sartika No. 100
Sumber – Cirebon
Kode Pos 46511 
Dinas Kesehatan Jl. Sunan Muria No.6, Cirebon 45611 
Dinas Pendidikan Jl. Sunan Drajat No.10, Komp. Perkantoran Sumber-Cirebon (45611)
Dinas Kelautan dan Perikanan Jl. Sunan Muria No. 2, Cirebon
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jl. Sunan Kalijaga No 10 Sumber 45611 
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jl. Sunan Drajat No. 16 Sumber 45611
Dinas Bina Marga Jalan Sunan Kalijaga No. 7 Sumber Cirebon 45611
Dinas Perhubungan Jalan Dewi Sartika No. 118 Sumber, Kabupaten Cirebon 45611
Dinas Sosial Jl. Sunan Drajat No. 16 Sumber
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Jalan Sunan Kalijaga No. 7 Sumber Cirebon 45611
Dinas Pendapatan Daerah (Samsat Sumber)  
Jl. Sunan Kalijaga No.7 Sumber 45611
Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo)  Jln. Sunan Drajat No. 13 Sumber
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Jalan Sunan Kalijaga No. 7 Sumber Cirebon 45611
Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga  Jln. Sunan Drajat No. 09 Sumber 45611
Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air dan Pertambangan Jl. Pangeran Cakrabuana No 100 Talun
Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (Cipta Karya) jalan Sunan Giri no.6 komplek Perkantoran Pemkab Sumber 45611
Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Jl. Sunan Drajat No. 13 (Kompleks Perkantoran) Sumber 45611 Kabupaten Cirebon
Dinas Pertanian, Perkebunan, Peternakan dan Kehutanan Jalan Sunan Kalijaga No. 7 Sumber Cirebon 45611
Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD)  
Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Jl. Sunan Muria No.10 SUMBER KAB CIREBON 45611
Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat JL.SUNAN MURIA NO.14 SUMBER KAB CIREBON 45611
Inspektorat Jl Sunan Giri No 2, Sumber Kab Cirebon, Jawa barat 45611
Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Daerah (BKPPD) Jalan Sunan Kalijaga No. 7 Sumber Cirebon 45611
Badan Lingkungan Hidup Daerah Jl. Sunan Drajat no.15 Komp. Perkantoran Pemda Sumber 45611
Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BKP5K) Jl. Sunan Ampel No. 2 Sumber 45611
Badan Pemberdayaan Perempuan dan KB Jalan Sunan Kalijaga No. 7 Sumber Cirebon 45611
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah  
Kantor Kearsipan dan Dokumen   Jalan Sunan Kalijaga No. 7 Sumber Cirebon 45611
Kantor Perpustakaan Daerah   Jalan Sunan Kalijaga No. 7 Sumber Cirebon 45611
RSUD Arjawinangun Jl. Raya Arjawingangun
RSUD Waled Jl. Raya Waled


Semoga info Alamat Lengkap Dinas Kantor Badan OPD Se Kabupaten Cirebon bisa bermanfaat bagi yang membutuhkannya dan silahkan baca juga Daftar Nama Camat Paling Terbaru se Kabupaten Cirebon

Baca Selengkapnya »

DAFTAR NAMA DINAS KANTOR OPD SE KABUPATEN CIREBON

DAFTAR NAMA DINAS KANTOR OPD SE KABUPATEN CIREBON berikut ini adalah Nama Kantor Dinas OPD yang ada di Kab. Cirebon diantaranya yaitu ::

Sekretariat Daerah
Sekretariat DPRD
Sekretariat KPU
Dinas Kesehatan
Dinas Pendidikan
Dinas Kelautan dan Perikanan
Dinas Perindustrian dan Perdagangan
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Dinas Bina Marga
Dinas Perhubungan
Dinas Sosial
Satuan Polisi Pamong Praja
Dinas Pendapatan Daerah
Dinas Komunikasi dan Informatika
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga
Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air dan Pertambangan
Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang
Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
Dinas Pertanian, Perkebunan, Peternakan dan Kehutanan
Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa
Badan Pelayanan Perizinan Terpadu
Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat
Inspektorat
Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Daerah
Badan Lingkungan Hidup Daerah
Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
Badan Pemberdayaan Perempuan dan KB
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Kantor Kearsipan dan Dokumen
Kantor Perpustakaan Daerah
RSUD Arjawinangun
RSUD Waled

Untuk Alamat Dinas Kantor OPD Se Kab. Cirebon akan segera menyusul dan silahkan baca juga Daftar Nama Kecamatan dan Kelurahan/Desa beserta Kode Pos Se Kabupaten Cirebon

Baca Selengkapnya »

DAFTAR NAMA CAMAT SE KABUPATEN CIREBON TERBARU

DAFTAR NAMA CAMAT SE KABUPATEN PALING TERBARU TERBARU berikut ini adalah Daftar Nama Camat Se Kabupaten Cirebon Terbaru Periode Tahun 2014/2015 :

NAMA CAMAT CAMAT


MUHAMAD IMAM SUBERANI, S.IP. Kecamatan Talun
Drs. H. ADE SUTARDI Kecamatan Jamblang
H. EDI KURNIADI, S.Sos, M.Si. Kecamatan Arjawinangun
Drs. IMAN SANTOSO, M.Si. Kecamatan Astanajapura
Drs. H. KUSDIYONO Kecamatan Babakan
Dra. Hj. SITI TSAMROTULFUAD Kecamatan Beber
HARDOMO, AP, MM. Kecamatan Depok
Drs. NAWITA, M.Si. Kecamatan Dukupuntang
EDI PRAYITNO, S.IP. Kecamatan Gempol
TOTO MISNOTO, S.Sos. Kecamatan Kaliwedi
Drs. MOH. YUSUF HERMAWAN Kecamatan Pabedilan
Drs. HAFIDZ  ISWAHYUDI Kecamatan Pabuaran
Drs. H. NANANG SUPRIYATNO Kecamatan Pangenan
Drs. UDIN SYAFRUDIN Kecamatan Panguragan
Drs. AZHAR RIYADI Kecamatan Plered
Drs. DEDI SUSILO, MM. Kecamatan Plumbon
YANA TRIYANA, S.Sos. Kecamatan Sedong
H. ABDUL AJID, S.Sos. Kecamatan Sumber
H. TEGUH SUPRIYADI, S.Sos. Kecamatan Tengah Tani
UBAEDILLAH, SH. Kecamatan Weru
Dra. INDRA FITRIANI, M.M. Kecamatan Karangsembung
Drs. R. UDIN KAENUDIN, M.Si. Kecamatan Gunung Jati
KUSAERI, S.Sos.,M.Si. Kecamatan Suranenggala
H. IMAN SUPRIADI, S.Sos. Kecamatan Greged
MOHAMAD FERY AFRUDIN, S.STP. Kecamatan Ciledug
H. HERMAN SISWANTO, S.Pd. M.Si. Kecamatan Ciwaringin
Drs. ASEP NURDIN Kecamatan Gebang
Drs. H. HERMAWAN, MM. Kecamatan Gegesik
H. IMAM USTADI, S.Si. Kecamatan Kapetakan
H. SUHARTO, ST.,M.Si. Kecamatan Karangwareng
Drs. AGUS MUSLICHUN Kecamatan Kedawung
Drs. H. SUTISMO Kecamatan Klangenan
H. YONO PURNOMO, S.Sos.,M.Si. Kecamatan Lemahabang
AUGUST PENTRISTIANTO, SSTP. Kecamatan Mundu
CARSONO, AP.,MM. Kecamatan Palimanan
DEDI EFENDI, S.Sos. Kecamatan Pasaleman
DINDIN WAHYUDIN RIDWAN, S.Sos. Kecamatan Susukan
Drs. H. ABDULATIP, MM. Kecamatan Waled
IWAN RIDWAN HARDIAWAN, S.Sos. Kecamatan Losari
H. MUKLAS, S.Sos. Kecamatan Susukanlebak


Semoga Informasi mengenai Nama Camat Se Kabupaten Cirtebon Terbaru 2015/2016 ini bisa dijadikan ilmu pengetahun tambahan

Baca Selengkapnya »

SEJARAH ASAL USUL DESA/KELURAHAN KEJIWAN

SEJARAH ASAL USUL DESA/KELURAHAN KEJIWAN .  Ki Mertabumi (Ki Taka bin Talab) adalah salah seorang Ki Gede dan abdi dalem kesultanan Cirebon. Pada suatu hari ketika Kanjeng Sunan Gunung Jati sedang mengadakan kenduri dalam rangka syukuran hajat walimah, ternyata persediaan air untuk keperluan kenduri tersebut kurang. Maka oleh Kanjeng Sinuhun Ki Taka diperintahkan untuk mencari air. Namun aneh Ki Taka berangkat hanya membawa keranjang wadah rumput, tidak membawa ember untuk wadah airnya. Keranjang yang sudah diisi air itu dibawanya ke keraton. Orang-orang yang melihatnya, geleng-geleng kepala tanda kagum. Kok bisa-bisanya air diwadahi keranjang, bahkan sampai penuh (luber, Cirebon). Melihat kejadian itu Kanjeng Sinuhun tersenyum, juga sambil menggeleng-gelengkan kepala. Sejak itu Ki Taka dijuluki Ki Luber, karena Ki Mertabumi dapat membawa air diwadahi keranjang yang berlubang sampai luber. Luber juga ilmunya, Kanjeng Sinuhun membatin.

Seusai kenduri, Kanjeng Sunan Jati  Purba memerintahkan kepada para Ki Gede untuk membuka hutan di wilayah cakrahannya masing-masing. Wilayah cakrahan Ki Luber adalah dari ujung sebelah barat berbatasan dengan wilayah Indramayu.

Ki Luber adalah seorang sakti mandraguna, terpelihara jiwanya, kepribadiannya sangat terpuji, lemah lembut, berbudi luhur, rendah hati dan murah hati terhadap sesama. Ketika ia membuka hutan tidak bersusah payah menebang pohon-pohon. Atas ridho Allah, dengan ilmu yang dimiliki, hanya dengan tudang-tuding saja pepohonan di hutan itu roboh rata dengan tanah. Kemudian dijadikanlah pedukuhan untuk tempat tinggal Ki Luber dan keluarganya. Karena Ki Taka seorang yang berjiwa yang luhur dan terpuji, maka Ki Taka dijuluki Ki Kejiwantaka dan pedukuhan yang dibangunnya dinamakan Pedukuhan Kejiwan dan sekarang menjadi Desa Kejiwan dalam Wilayah Kecamatan Susukan. Sejak saat itu Ki Luber (Ki Taka) disebut orang Ki Gede Kejiwantaka. Pada setiap kesempatan ia selalu mengajarkan ilmu agama Islam, lama kelamaan banyak santrinya. Kemudian dibangun sebuah pesantren dan sumur untuk mandi, minum, dan berwudlu para santrinya dan masyarakat sekitarnya. Sumur itu diberi nama Sumur Kejiwantaka. Sumur itu sampai sekarang masih ada dan banyak dikunjungi masyarakat baik masyarakat setempat maupun dari luar daerah untuk mandi dan minum, mereka senantiasa mengharapkan karomahnya. Konon katanya setelah mandi dan minum air sumur itu maka tenaganya menjadi kuat. Wallahu A’’lam.

Suatu waaktu Kanjeng Sunan Gunung Jati bersama para petinggi keraton berkunjung ke daerah-daerah dengan mengendarai pedati (glebeg) dan membawa perbekalan secukupnya tidak lupa membawa serta Ki Mertabumi. Setiap daerah yang dikunjungi selalu saja para sesepuhnya mempersembahkan kepada Kanjeng Sinuhun barang-barang hasil bumi antara lain: padi, jagung, waluh, ketimun, kacang tanah dan lain-lain sebagai buah tangan. Karena saratnya barang-barang bawaan yang dimuat, maka sampai di daerah Kedung Ngengeng wilayah Ligung, tiba-tiba pedati itu ambles ke tanah, sehingga susah untuk diangkat. Maka Kanjeng Sinuhun memerintahkan para petinggi keraton untuk mengadakan sayembara; Barang siapa yang bisa mengangkat pedati itu akan diberi hadiah 1 Ha tanah.

Banyak para Ki Gede yang mengikuti sayembara, antara lain: Ki Gede Tegal Gubug, Ki Gede Rawagatel, Ki Gede Bojong, Ki Gede Jungjang, Ki Gede Mejasri, Ki Gede Bunder, Ki Gede Jatianom dan Ki Gede Ujunggebang. Namun tidak ada yang kuat mengangkat pedati itu, walaupun dengan menggunakan kerbau piaraannya masing-masing. Melihat kenyataan itu Ki Gede Kejiwan pulang mengambil kerbaunya ingin coba-coba ikut sayembara. Setelah kembali dengan membawa seekor kerbau para Ki Gede mentertawakan sambil mengejekk, karena yang mereka lihat adalah seekor kerbau yang kecil, begitu pula badan Ki Kejiwantaka kecil dan kurus, menurut mereka tidak mungkin bisa untuk mengangkat pedati yang sangat berat itu. Pelaksanaan sayembara dihentikan karena waktu sudah malam, para Ki Gede tertidur pulas karena kelelahan. Pada saat para Ki Gede tertidur, Ki Kejiwantaka secara diam-diam dengan kerbaunya mencoba mengangkat pedati itu, kerbaunya yang menarik dan Ki Kejiwantaka dengan kesaktiannya mengangkat pedati itu hanya dengan ibu jari sebelah kakinya saja. Setelah terangkat kerbaunya dilepas dan diikat di sebuah pohon disamping kerbau-kerbau lainnya milik para Ki Gede , Kemudian Ki Kejiwantaka tidur pula disamping para Ki Gede. Gusti Kanjeng Sinuhun tahu, dan pada saat Ki Gede Kejiwantaka tertidur, oleh Kanjeng Sinuhun diberi ciri (tanda) dengan melilitkan benting (sabuk dari kain) warna hitam di perut Ki Kejiwantaka dan leher kerbaunya.

Pada keesokan harinya para Ki Gede kebingungan karena melihat pedati itu sudah terangkat, setelah ditanyakan oleh petinggi keraton siapa yang telah mengangkat pedati itu, mereka tidak ada yang mengaku. Kemudian Kanjeng Sinuhun menyatakan, bahwa barang siapa diantara para Ki Gede yang perutnya ada tanda “benting warna hitam” dan juga di leher kerbaunya, maka ialah yang telah berhasil mengangkat pedati itu. Ternyata yang ada tanda tersebut adalah Ki Gede Kejiwantaka.

Para Ki Gede terkejut, mereka merasa malu karena telah mengejek Ki Gede Kejiwantaka. Walupun kerbaunya kecil dan postur tubuh Li Gede Kejiwantaka kecil dan kurus, namun memiliki kekuatan yang luar biasa. Sehingga oleh Kanjeng Sinuhun Ki Gede Kejiwantaka dianugerahi nama Ki Beyot (Beyot artinya kecil tapi kuat). Kemudian hadiah yang dijanjikan yaitu tanah seluas 1 Ha di daerah Kerdung Ngengeng diserahkan kepada Ki Beyot.

Perjalanan kunjungan ke daerah-daerah dilanjutkan dengan menggunakan pedati yang ditarik oleh kerbaunya Ki Beyot, hingga sampai di Desa Krangkeng wilayah Indramayu. Sesampainya di sana pedati yang ditumpangi Kanjeng Sinuhun, Ki Beyot dan para petinggi keraton itu rusak, akhirnya diputuskan untuk ditinggal di Desa Krangkeng, sedangkan kerbaunya dibawa lagi pulang. Sampai sekarang pedati itu masihada di pendopo Balai Desa Krangkeng dan dirawat oleh seorang Juru Kunci. Pedati itu dikenal dengan Pedati Ki Luber. Menurut ceritera masyarakat setempat bahwa setiap malam Jum’at Kliwon kerbau Ki Luber suka nampak di sekitar bangunan pendopo.

Daftar Nama-NamaKuwu Kejiwan yang diketahui diantaranya: 

1.      Sumiya
2.      Maryuni
3.      Marni
4.      Tarum
5.      Masjan
6.      Kasan
7.      Sarmawi                            : 1962 – 1965
8.      Dasmo (Pjs)                       : 1965 – 1966
9.      Usman saleh                      : 1966 – 1988
10.    Robbul                              : 1989 – 1998
11.    Suwali (Pjs)                       : 1998 – 1999
12.    Sapingi                              : 1999 – sekarang

Baca Selengkapnya »

SEJARAH JL RADEN DEWI SARTIKA SUMBER CIREBON

SEJARAH JL RADEN DEWI SARTIKA SUMBER CIREBON bagi yang tinggal di daerah Sumber Kabupaten Cirebon pasti tidak asing dengan nama Jalan Raden Dewi Sartika ini. Nach yang menjadi pertanyaan masih banyak yang tidak mengenal Siapa Raden Dewi Sartika ini ? Raden Dewi Sartika dalah Seorang Pahhlawan Pendidikan , Berikut adalah Sejarah Raden Dewi Sartika Dan Profil Bidata Biografi Lengkap Raden Dewi Sartika

Raden Dewi Sartika lahir pada tanggal 4 Desember 1884. Dia adalah puteri kedua dari lima bersaudara. Ayahnya bernama Raden Rangga Somanagara (Patih Afdeling Mangunreja). Ibunya bernama Raden Ayu Rajapermas, puteri Bupati Bandung R.A.A. Wiranatakusumah IV (1846-1876), yang juga terkenal dengan sebutan Dalem Bintang.
Tujuh tahun setelah kelahiran Uwi (panggilan Dewi Sartika), ayahnya diangkat menjadi Patih Bandung. Mereka sekeluarga kemudian pindah ke sebuah rumah besar di Kapatihan Straat (sekarang Jalan Kepatihan, di pusat kota Bandung). Karena anak seorang patih, Dewi Sartika dan saudara-saudaranya boleh bersekolah di Eerste Klasse School (setingkat sekolah dasar yang sebetulnya diperuntukkan bagi anak-anak Belanda dan peranakan). Dewi Sartika sempat belajar bahasa Belanda dan Inggris di sekolah itu.

Ketika Dewi berusia sembilan tahun dan masih duduk di kelas III ELS (Europesche Lagere School), ayahnya dibuang ke Ternate karena dituduh terlibat dalam percobaan pembunuhan Bupati Bandung R.A.A. Martanagara (yang keturunan menak Sumedang) dan beberapa pejabat Belanda di Kota Bandung pada 1893. Peristiwa itu membuat Uwi harus berhenti sekolah karena teman dan kerabatnya menjauhi keluarganya. Mereka takut dituduh terlibat dalam peristiwa itu.

Selanjutnya, Dewi Sartika dibawa Uaknya (kakak orangtuanya) yang berkedudukan sebagai Patih Aria di Cicalengka. Karena dianggap sebagai puteri pemberontak, sang Uak memperlakukan Uwi sebagai orang biasa. Uaknya lebih condong kepada atasannya (orang Belanda). Walapun begitu, di sana ia bersama puteri-puteri Uaknya mendapat pendidikan keterampilan wanita dari isteri Asisten Residen Cicalengka. Dalam waktu senggangnya, Dewi bermain "sekolah-sekolahan" dengan anak-anak pegawai kepatihan dan ia sendiri menjadi gurunya.

Kebiasaan bergaul dengan anak-anak somah ini membentuk pandangan hidupnya. Ia bercita-cita untuk memajukan anak-anak gadis, baik anak menak maupun anak somah. Selain itu, setelah dewasa tentunya, yang membuat pandangan hidupnya untuk memajukan kaum perempuan adalah kondisi kesehatan ibunya yang memburuk karena memikirkan suaminya di pengasingan, sementara secara ekonomis ia tidak dapat mandiri. Melihat ketidakberdayaan ibunya inilah yang semakin memperkuat keinginan Dewi Sartika untuk melaksanakan niatnya. Pikirannya tentang kecakapan minimum yang harus dimiliki oleh seorang perempuan tercermin pada slogannya yang penuh arti: “Ari jadi awewe kudu segala bisa, ambeh bisa hidup” (menjadi perempuan harus mempunyai banyak kecakapan agar mampu hidup).

Setelah menginjak remaja Dewi Sartika kembali ke rumah ibunya di Bandung. Waktu itu jiwanya yang mulai dewasa semakin menggiringnya untuk mewujudkan cita-citanya. Di samping itu, pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu (1901) mulai menjalankan politik etis atau Ethische Politic dengan maksud mewujudkan kondisi yang lebih cocok dengan sistem liberal bidang ekonomi di Indonesia. Khusus untuk Pulau Jawa telah dijalankan sejak 1870. Dampak politik tersebut di bidang pendidikan adalah adanya upaya pemerintah kolonial mendirikan sekolah bumi putera. Sebelumnya, pada 1851 di Batavia telah didirikan sekolah-sekolah bumi putera.

Pada tahun 1902 Dewi Sartika memulai memberikan pengajaran membaca, menulis dan keterampilan lainnya kepada sanak keluarganya di belakang rumah ibunya. Kegiatan tersebut tercium oleh C. Den Hammer, seorang pejabat Inspektur Pengajaran Hindia Belanda di Bandung. Kemudian, Den Hammer mengusulkan untuk meminta bantuan Bupati Bandung Raden Adipati Martanagara. Ini adalah sesuatu yang sulit bagi Dewi Sartika karena ayahnya pernah menentang pelantikan Martanagara sebagi bupati, sehingga dibuang ke Ternate dan wafat di sana. Namun demikian, akhirnya Dewi Sartika memberanikan diri untuk berbicara dengan Bupati Martanagara. Kemudian, bupati membicarakan usulan Dewi Sartika dengan para sahabat dan petinggi di jajaran pemerintahannya (sebelum memutuskan untuk mendukung usulan Dewi Sartika).

Pada tanggal 16 Januari 1904, ketika berumur 20 tahun, Dewi Sartika mendirikan sekolah perempuan pertama di Indonesia. Sekolah yang dinamai Sakola Istri itu awalnya diselenggarakan di Pendopo Kabupaten Bandung atas izin Bupati Bandung R.A.A. Martanagara (1893-1918). Tenaga pengajarnya tiga orang, yaitu Dewi Sartika, Nyi Poerwa dan Nyi Oewid (keduanya saudara misan Dewi Sartika). Di sekolah ini, anak-anak gadis selain mendapat pelajaran umum, juga mendapat pelajaran keterampilan wanita, seperti memasak, membatik, menjahit, merenda, menyulam, dan lain sebagainya. Di sekolah ini pula diajarkan pelajaran agama Islam

Setahun kemudian sekolahnya bertambah kelas, sehingga pindah ke Jalan Ciguriang, Kebon Cau (sekarang jalan Keutamaan Istri/Jalan Raden Dewi Sartika). Lokasi baru ini dibeli Dewi Sartika dengan uang tabungan pribadinya, serta bantuan dana pribadi dari Bupati Bandung. Tahun 1906 Dewi Sartika menikah pada usia 22 tahun dengan Raden Kanduruan Agah Suriawinata, seorang Eerste Klasse School di Karang Pamulang, yang pada waktu itu merupakan Sekolah Latihan Guru. Sebagai catatan, Dewi Sartika sebelumnya pernah dilamar olah Pangeran Djajadiningrat dari banten, namun ditolak.

Pada November 1910 nama sekolah diganti menjadi Sakola Kautamaan Isteri dengan mengadaptasi kurikulum Tweede Klasse School. Jumlah muridnya semakin banyak dan cabang-cabang sekolah dibuka di Bogor, Serang, dan Ciamis. Pada 1911 jumlah muridnya 210 orang dengan guru lima orang. Pada 1914 nama sekolah diganti menjadi Sakola Raden Dewi. Sekolah ini didirikan pula di berbagai kota di Jawa Barat, seperti di Garut, Ciamis, Purwakarta, Bogor, Serang, bahkan di Sumatra Barat yang didirikan oleh Encik Rama Saleh. Atas jasa-jasanya, Pemerintah Hindia Belanda memberi tanda penghargaan bintang emas (gouden ster) dan diberi bantuan peralatan sekolah.

Pada masa pendudukan Jepang Dewi Sartika dicurigai sebagai NICA, sehingga mengharuskannya keluar dari Kota Bandung dan menyingkir ke Garut dan akhirnya ke Cineam. Setelah berjuang hingga melewati zaman kemerdekaan, Dewi Sartika wafat pada 11 September 1947 di Cineam, Tasikmalaya dengan meninggalkan enam orang anak. Ia dimakamkan dengan suatu upacara pemakaman sederhana di pemakaman Cigagadon, Desa Rahayu, Kecamatan Cineam, Kabupaten Tasikmalaya. Tiga tahun kemudian makamnya dibongkar dan dipindah ke kompleks Pemakaman Bupati Bandung di Jalan Karang Anyar, Bandung. Untuk mengenang jasa dan kepahlawanannya, pada tanggal 1 Desember 1966, Presiden Soekarno menetapkannya menjadi Pahlawan Kemerdekaan Nasional.

Hingga kini gedung sekolah itu masih bertahan dan menjadi SD dan SMP Dewi Sartika di Jalan Dewi Sartika, Bandung. Bangunan sekolah ini masih persis dengan bentuk aslinya. Dasar bangunannya berbentuk huruf “U”, bagian tengahnya terdapat halaman yang disemen. Gedung tersebut terdiri atas tiga ruangan (serambi), masing-masing mempunyai dua jendela, satu pintu dan tiga lubang angin. Dinding bagian atas berbentuk persegi dan berkerawang. Bagian ruangan depan terdapat selasar yang disangga tiang-tiang polos, sedangkan atap bangunan terbuat dari genteng. Menurut Undang-Undang Benda Cagar Budaya Nomor 5 tahun 1992, gedung tersebut termasuk bangunan yang dilindungi dan dilestarikan oleh pemerintah.

Baca Selengkapnya »