JENIS JENIS TARI TOPENG DI CIREBON

JENIS JENIS TARI TOPENG DI CIREBON . Info berikut kali ini akan mengulas mengenai JENIS JENIS TARI TOPENG DI CIREBON

Perlu diketahui bahwa Jenis Tarian Topeng Cirebon itu ada 5 dan Tari Topeng Cirebon mempunyai Karakter yang berbeda dan berikut penjelasaan lengkapnya :: 

1. Panji :

Tari Topeng Panji Cirebon


Tari Topeng Panji Cirebon mempunyai Karakter yang Menggambarkan kesucian manusia yang baru lahir. Gerakannya halus dan lembut. Tidak seluruh tubuh digerakan.

2. Samba atau Pamindo :


Tari Topeng Samba Cirebon mempunyai Karakter yang Melambangkan kelincahan manusia dimasa kanak-kanak. Sikapnya lincah dan lucu tetapi juga luwes.

3. Rumyang :

Tari Topeng Rumyang Cirebon

Tari Topeng Rumyang Cirebon mempunyai Karakter yang Menggambarkan kehidupan seorang remaja pada masa akil baligh.

4. Tumenggung atau Patih :

Tari Topeng Tumenggung Cirebon


Tari Topeng Tumenggung Cirebon mempunyai Karakter yang Menggambarkan manusia yang sudah menginjak dewasa dan telah menemukan jati dirinya. Sikapnya tegas, berkepribadian, bertanggung jawab dan memiliki jiwa korsa yang Paripurna.

5. Kelana atau Rahwana :



Tari Topeng Kelana Cirebon

Tari Topeng Kelana Cirebon mempunyai KarakterMelambangkan sifat angkara murka yang terdapat dalam manusia.

Baca Selengkapnya »

ALAMAT NASI JAMBLANG IBU NUR CIREBON

Info berikut mengenai ALAMAT RUMAH MAKAN NASI JAMBLANG IBU NUR CIREBON . Sudah diketahui bersama bahwa salah satu masakan kuliner Khas  Cirebon salah satunya Sega Jamblang atau Nasi Jamblang Ibu Nur Cirebon atau orang Cirebon sendiri biasa mengucapkan Sega Jamblang baca Sejarah Sega Jamblang Cirebon adalah salah satu wisata kuliner yang pas untuk anda cicipi jika mampir ke Cirebon, karena di Nasi jamblang ibu Nur ini beda dengan  Nasi Jamblang lainnya karena Tempangnya sedikit High kelas seperti rumah makan dan menunya lebih bervariasi dan masalah harga masih tsesuai dengan kantong. Nasi Jamblang Ibu Nur adalah rumah makan yang sedang eksis di Cirebon, salah satunya karena rajin berkicau di Twitter.

Alamat Lengkap Nasi Jamblang Bu Nur, lokasinya berada di kota Cirebon tidak terlalu jauh dari Stasiun Kereta Kejaksan, Cirebon. Persisnya ada di Jl Cangkring 2 yang diakses dari Jl Raya Tentara Pelajar, 10 menit dari Stasiun Kereta Kejaksan. Kalau dari Arah Jakarta atau Palimanan jika sampai di Pertigaan Kedawung anda Lurus saja jangan belok ke kanan kalau belok ke kanan akan menuju Jateng Nah sampai di Lampu Merah Gunung Sari  silahkan belok ke kiri lalu lurus sebentar ada pertigaan silahkan belok ke kiri lagi Menuju ke Grage Mall lurus nanti ada 2 belokan Gang ke Kiri tetap Lurus kemudian ada toko Hp Telering lurus dikit nanti ada belokan ke Kiri dan Ke Kanan  silahkan ambil ke Kiri lalu lurus hanya beberapa meter sudah sampai dan Nasi Jamblang Ibu Nur Cirebon berada disebelah kiri jika berdasarkan rute ALAMAT NASI JAMBLANG IBU NUR CIREBON

ALAMAT NASI JAMBLANG IBU NUR CIREBON

NASI JAMBLANG IBU NUR CIREBON

Nasi Jamblang Ibu Nur menambah ramai jagat nasi jamblang di Cirebon setelah Nasi Jamblang Mang Doel yang tersohor duluan, kemudian diikuti Nasi Jamblang Pelabuhan dan Nasi Jamblang malam di depan Grage Mal.

Sejarah Nasi Jamblang Ibu Nur Berawal dari warung sederhana di sudut Jl Tentara Pelajar, Nasi Jamblang Ibu Nur kini memiliki rumah makan yang lebih besar dan resik di Jl Cangkring 2. Di tempat ini, Nasi Jamblang yang semula adalah makanan sederhana untuk kelas pekerja, sudah naik kasta menjadi jajanan yang lebih berkelas.

Baca Selengkapnya »

SEJARAH ASAL USUL DESA SLANGIT

ASAL USUL SEJARAH DESA SLANGIT KABUPATEN CIREBON . Slangit termasuk wilayah Desa Selangit Kecamatan Klangenan Kabupaten Cirebon, masyarakatnya bermata pencaharian kebanyakan menekuni di bidang pertanian, peternakan, wiraswasta dan ada pula pegawai.

Pada w2aktu dulu, Ki Kuwu Cirebon yang berkeinginan membangun pedukuhan bagian barat, membuka hutan yang masih angker dihuni siluman dan binatang buas.

Dengan kedatangan ki Kuwu Cirebon hutan tersebut jadilah pedukuhan yang tenang daan nyaman untuk suatu pemukiman walaupun kekurangan sumber air.

Disamping digunakan untuk pemukiman, Ki Kuwu membuka hutan untuk lahan pertanian. Sehari-hari Ki Kuwu bercocok tanam, menanam padi sampai ke sebelah barat, sekarang lahan pertanian itu disebutnya Desa Jungjang. Untuk membantu kegiatan sehari-harinya, Ki Kuwu dibantu oleh seorang bujangan bernama Jaka Dolog. Untuk keperluan bermusyawarah dan istirahat dibuatlah sebuah bale, namanya Ki wasiat.

Cara penggarapan sawahnya menggunakan weluku (bajak) yang ditarik Kebo Dongkol nama kerbaunya, kandaangnyaa sekarang dinamakan kandang dalem, jembatan yang dilewati kerbau Ki Kuwu dinamakan Wot Dalem, dan tempat untuk mencari makan kerbaunyaa dinamakan Tegal Pangonan.

Pada suatu ketika Ki Kuwu kedatangan seorang pemuda yang masih keturunan Galuh bernama Ki Bandang Samaran. Maksud kedatangannya adalah ingin berguru agama Islam dan ilmu kanuragan. Kedatangannya itu secara kebetulan sekali apa yang dimaksudkan dan guru yang dicarinya itu kini telah ada dihadapannya. Setelah lama Ki bandang Samaran berguru kepada Ki Kuwu, kemudian Ki Kuwu memberikan kepercayaan kepada Ki Bandang Samaran untuk membimbing masyarakat di pedukuhan itu. Yang kemudian Ki Bandang Samaran di pedukuhan itu dikenal dengan sebutan Ki Gede Limas.

Ki Kuwu teringat akan barang miliknya, yaitu sepotong kayu pemberian Ki Danuwarsi, kemudian kayu itu ditancapkan di pekarangan tempat tinggalnya. Tak diduga olehnya, potongan kayu itu tumbuh pohon yang namanyaa pohon slangit. Dari nama pohon itulah, maka pedukuhan tersebut disebut pedukuhan Slangit dan berkembang menjadi Desa Slangit. Kini petilasan Ki Kuwu berbentuk makam dan banyak dikunjungi berbagai lapisan masyarakat. Terdapat pula lahan perbukitan yang dinamakan Gunung Timbang. Sekali waktu di Gunung Timbang muncul benda yang terbuat dari emas, benda tersebut diyakini oleh penduduk adalah milik Ki Kuwu. oleh karenanya penduduk disitu melarang untuk mengambilnya.

Di Desa Slangit terkenal dengan tari topengnya, yang bisa mengharumkan nama bangsa, karena telah menjelajah ke manca negara. Tokoh penari topeng Slangit adalah Bapak Sujana (alm.).

Nama-nama Kuwu Slangit yang diketahui diantaranya:

1.    Samad    : 1958 – 1971
2.    Aman    : 1971 – 1979
3.    Sukawi    : 1979 – 1995
4.    Anali    : 1995 – 2000
5.    Sunadi     : 2000 – 2002
6.    Sauji    : 2002 – sekarang

Baca Selengkapnya »

ASAL USUL SEJARAH DESA SINDANG MEKAR

ASAL USUL SEJARAH DESA SINDANG MEKAR KABUPATEN CIREBON . Desa Sindang Mekar adalah salah satu Desa di Kecamatan Dukupuntang (pemekaran Kecamatan Sumber) Kabupaten Cirebon. Desa Sindang Mekar yang saat ini mempunyai jumlah penduduk 6.000 jiwa semula merupakan cantilan dari Desa Sindangjawa. Pada waktu itu penduduk Desa Sindangjawa merupakan sangat padat untuk ukuran sebuah desa sehingga timbul pemikiran pemekaran wilayah.

Pada tahun 1982, untuk merealisasikan pemekaran wilayah tersebut diadakan musyawarah antara tokoh masyarakat dengan aparat pemerintah Desa Sindangjawa. Dari musyawarah tersebut disepakati bahwa wilayah Desa Sindangjawa dibagi menjadi dua desa yaitu Desa Sindangjawa dan Desa Sindang Mekar.

Adapun nama Desa Sindang Mekar itu sendiri terdiri atas dua suku kata yaitu Sindang dan Mekar. Sindang diambil dari nama sesepuh atau tokoh masyarakat yaitu Nyai Sindang. Dan Mekar mengandung pengertian bunga yang baru mekar atau tumbuh dan siapapun orang yang menghampirinya maka ia akan menikmati aroma harum wangi bunga tersebut.Desa Sindang Mekar terdiri dari lima blok yaitu Keradenan, Pamijen, Awilarang, Karang Asem dan Kadu Tilu yang masing-masingmempunyai latar belakang sejarah , budaya dan tradisi yang khas.

Salah satu dari blok tersebut yaitu Keradenan adalah pusat dari Desa Sindang Mekar. Pada mulanya blok ini akan dijadikan sebuah desa, akan tetapi atas kesepakatan (musyawarah tokoh masyarakat dan aparat desa akhirnya hanya menjadi Dusun (Blok) saja.

Nama Keradenan itu sendiri sudah dikenal sejak zaman pendudukan Jepang. Keradenan itu sendiri diambil dari nama tokoh atau orang yang sangat dihormati dan disegani kala itu, yang bernama Ratu Wahyuningrat putri dari Elang Sabit Susilabrata. Dari keturunan merekalah akhirnya Raden Supandi terpilih menjadi Kuwu pertama hasil pemilihan rakyat Desa Sindang Mekar.

Blok Keradenan adalah merupakan pusat Desa Sindang Mekar terkenal akan kerajinan meubeler yang mampu menembus pasaran regional (bandung, Jakarta, Medan dan Surabaya) bahkan mampu menembus pasaran mancanegara. Keradenan terkenal pula dengan mayarakatnya yang sangat religius dan mempertahankan tradisi santri salaf serta masyarakat madani, maka tak berlebihan pula akhirnya Blok Keradenan ini banyak melahirkan Kyai (Kyai Tabroni, K.H. Abdul Kohar, Kyai Hambali) yang mana nama tersebutr sangat lekat di hati masyarakat.

Adapun batas-batas wilayah Desa Sindang Mekar Kec. Dukupuntang Kab Cirebon adalah sebagai berikut :

1.    Sebelah barat berbatasan dengan Desa Cikeduk dan Desa Warugede serta Desa Cengkoak.
2.    Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Sindangjawa
3.    Sebelah utara berbatasan dengan Desa Warukawung
4.    Sebelah timur berbatasan dengan Desa Karangwangi.

Nama-nama Kepala Desa Sindang Mekar yang diketahui :

1.    Basri Rasawinata (Pjs)    : 1982 – 1986
2.    R. Supandi     : 1986 – 1994
3.    Darpan (Pjs)    : 1994 – 1995
4.    R. Supandi (Pjs)    : 1995 – 2003
5.    Ahmad Yani (Pjs)    : 2003 – 2005
6.    Drs. Misja Suharjo    : 2005 – sekarang

Baca Selengkapnya »

ASAL USUL SEJARAH DESA SEMPLO

ASAL USUL SEJARAH DESA SEMPLO KABUPATEN CIREBON . Syahdan dulu kala hidup dua orang suami istri yang sakti mandraguna dengan kehidupan yang tentram dan sejahtera di suatu pedukuhan di tengah hutan belantara di wilayah kerajaan Galuh, yang menganut agama Hindu Budha. Dalam kehidupannya yang sederhana dan bersahaja keduamya memiliki seorang anak laki-laki yang bernama Ki Melasi alias Raden Pekok, yang juga mempunyai ilmu yang mumpuni daan tak terkalahkan oleh siapapun bahkan kesaktiannya diakui oleh Ki Geden seantero Kerajaan Galuh.

Pada mas kecilnya Raden Pekok adalah seorang anak yang bandel dan pemalas namun cerdas dan kecerdasannya melampaui anak seusianya. Pada suatu hari Raden Pekok disuruh meladang oleh kedua orang tuanya untuk membantu pekerjaannya, namun karena kemalasan dan kebandelannya Raden Pekok tidak berangkat ke Ladang, tetapi hanya tiduran saja di kamarnya. Setiap kedua orang tuanya menyuruh ke Ladangdengan kebiasaannya Raden Pekok menuju kamarnya terus tiduran. Kelakuannya tersebut menimbulkan rasa jengkel dihati orang tuanya, dengan kata-kata yang keceplosan asbun (asal bunyi) orang tuanya mengumpat “dasar bocah semplo”.. Semplo pada kata umpatan orang tuanya itu tidak mempunyai makna, hanya pelampiasan ungkapan rasa jengkel. Kata-kata yang semacam itu misalnya “dasar kemplud”, “dasar kethek beluk, dst”.

Setelah dewasa dan sepeninggal kedua orang tuanya, Raden Pekok yang mewarisi pedukuhan tersebut, maka untuk mengenang kedua orang tuanya maka pedukuhan tersebut diberi nama Pedukuhan Semplo, sesuai dengan panggilan kesayangan serta kata-kata umpatan kedua orang tuanya. Sekarang Pedukuhan Semplo menjadi Desa Semplo Wilayah Kecamatan Gempol.

Dalam perjalanannya Raden Pekok banyak dikenal oleh para pemuda di seantero Galuh sebagai seorang yang mempunyai ilmu yang sakti mandraguna dan bahkan banyak diantaranya yang ingin berguru kepadanya, namun demikian tetap saja dengan kesehajaannya, beliau menganut falsafah “Mlarat ora Gegulat, Sugi ora Rerawat”.

Dikisahkan pula bahwa Raden Pekok mempunyai peliharaan binatang yang mukanya serupa dengan anjing tapi berbadan kera yang disebut Begog yang sangat setia mendampingi sang majikan kemanapun pergi. Karena amat setianya, pada saat Raden Pekok ditantang adu Kesaktian oleh salah seorang Ki Geden di sekitar wilayah pedukuhan Semplo, maka Begoglah yang menggantikan raden Pekok dan menyerupai persis ujud Rade Pekok. Dalam pergulatan antara hidup dan mati di sebuah pohon besar di hutan sebelah utara pedukuhan Semplo yang sekarang disebut Blok Gandok, dulunya masuk Pedukuhan Kedung Kambe wilayah Desa palimanan Timur, maka bersamaan dengan jatuhnya sang Begog tadi maka ranting besar pohon tersebut semplak atau patah dan Raden Pekok jelmaan Begog tersungkur dan mati, maka Raden Pekok hampir dinyatakan menyerah, namun begitu tahu bahwa Raden Pekok masih hidup dan mengetahui bahwa yang mati tersebut Cuma peliharaannya, maka tunduklah Ki Geden tadi dan mengakui kesaktian Raden Pekok dan menyerahklan tanah tersebut kepada Raden Pekok sebagai bukti pengakuan atas kesaktiannya.

Masa masuknya Islam

Raden Pekok , sebagaimana dikisahkan diatas adalah seorang penganut Hindu Budha yang mempunyai kesaktian yang mumpuni yang sulit ditaaklukaan, maka atas pertimbangan yang bijak Ki Kuwu Cirebon, mengirim utusan dua orang kesatria yang bernama Ki Ganda Maya dan Ki Tubagus Ahmad, alias Ki Abdul Latif, alias Ki Paseh ke Pedukuhan semplo yang membawa misi Islam. Dengan cara dan strategi da’wah yang disampaikan oleh keduanya, lambat laun Raden Pekok memeluk Islam dan berganti nama menjadi Kiyai Melasi, sebagai seorang yang bijak Kiyai Melasi tidak memaksakan pengikutnya untuk mengikuti jejaknya, karena menurutnya hal tersebut hak dari pengikutnya, maka terjadilah perpecahan diantara pengikut Ki Melasi menjadi 3 (tiga) kelompok:

1.    Kelompok yang kembali ke galuh karena ingin tetap pada pendirian dan mempertahankan agamanya.

2.    Ada yang tyetap tinggal di Pedukuhan Semplo karena tidak puas dengan keputusan Ki Melasi. Mereka melakukan pembangkangandengan cara tidak mau melaksanakan perintah agama Islam dan meninggalkan agama lama (abangan) yang dipimpin oleh Ki Dholim atau Ki Dalim.

3.    Kelompok Ki Kelir yang mengikuti jejak gurunya Ki Melasi dan menjadi pengikut setianya.

Dikisahkan bahwa untuk menyebarkan agama Islam sangatlah sulit, untuk mengajak sholatpun tidaklah segampang yang didak’wahkandengan ucapan, maka Ki Ganda Maya yang terkenal sangat sakti menunjukan kesaktiannya, melaksanakan sholat di dalam Gentong atau tempat air besar, maka yakinlah bahwa orang-orang Islam atau orang Cirebon mampu mengimbangi dan mengungguli kesaktian orang Galuh. Selanjutnya Pedukuhan Semplo dijadikan basis penyebaran Islam di wilayah sekitarnya.

Daftar Nama-nama Kuwu Semplo yang diketahui diantaranya:

1.    Tebok
2.    Atma
3.    Pura Atmaja (kakeknya Bapak Bupati Drs. Dedi Suoardi,MM).
4.    Pandi
5.    Madiya
6.    Sutara    : 1968 – 1986
7.    H. Nonoh Karyono    : 1986 – 1994
8.    Sagung Rudyanto    : 1994 – 2002
9.    Yuri Priyatna (Pjs)    : 2002 – 2003
10.    Suhardja, SH    : 2003 – sekarang

Baca Selengkapnya »

SEJARAH ASAL USUL DESA PURBAWINANGUN

SEJARAH ASAL USUL DESA PURBAWINANGUN KABUPATEN CIREBON . Pada perkembangan Agama Islam di Jawa Barat , pusat penyebarannya terdapat di Puser Bumi adalah kesekretariatan Dewan Wali Sanga, yang menjadi pemimpinnya ialah Syekh Syarif Hidayatullah. Tempat itu ada di Gunung Sembung Desa Astana Kecamatan Cirebon Utara sekarang.

Sunan Kalijaga adalah sekretaris Dewan Walisanga. Kalijaga merupakan nama jabatan, secara etimologis kalijaga terdiri dari dua kata yaitu kali dan jaga. Kali bermakna tulis, mengambil dari kata kalimat artinya tulisan, sedangkan jaga bermakna juru atau petugas, contohnya jaga malam artinya petugas keamanan pada malam hari. Dengan demikian maka Kalijaga artinya juru tulis atau juru surat, disebut pula sekretaris

Adalah seorang pemuda dari Demak yang bernama Pangeran Purbaya datang di Cirebon bermaksud ingin mendalami/berguru ilmu agama Islam kepada Syekh Syarif Hidayatullah atau Sunan Jati. Pemuda itu diterima menjadi muridnya Syekh Syarif Hidayatullah. Setelah lama pemuda itu berguru, sampai pada waktu yang dianggap telah cukup dalam berguru, Pangeran Purbaya diberi tugas oleh Sang Guru untuk mendirikan sebuah pedukuhan (perkampungan) sambil menyebarkan agama Islam ke arah barat.

Maska berangkatlah Pangeran Purbaya ke arah barat dari Caruban. Setelah lama berjalan, sampailah Pangeran Purbaya di suatu daerah yang dianggap pantas untuk dijadikan sebuah pedukuhan (daerah itu masih berupa hutan belantara). Segeralah Pangeran Purbaya dibantu oleh beberapa anak buahnya untuk menebagng hutan tersebut. Tak lam kemudian berubahlah hutan itu menjadi sebuah pedukuhan dengan masyarakatnya yang telah memeluk agama Islam. Berkat siar Islam yang disampaikan oleh Pangeran Purbaya.

Pangeran Purbaya adalah salah seorang yang dikenal penuh kasih sayang serta suka menolong kepada sesama dengan hati yang tulus ikhlas tanpa pamrih. Itulah sebabnya banyak orang datang untuk meminta pertolongan kepada Pangeran Purbaya. Oleh karenanya., maka nama Pangeran Purbaya terkenal hingga ke daerah Pasundan. Karena orang Pasundan percaya bahwa Pangeran Purbaya bisa memberikan pertolongan untuk mengobati orang yang sakit maupun yang lainnya.

Muncullah istilah, kalau kata-katanya orang yang agung (sakti) dengan istilah IDU BACIN (air liur yang bau) dan orang Pasundan menyebutnya CAI BIUK. BACIN (air liur yang bau) dan orang Pasundan menyebutnya CAI BIUK. IDU BACIN adalah merupakan sanepa. Arti sebenarnya yaitu IDU = air ludah, BACIN = bau tak sedap, seperti bau bangkai. Tetapi istilah IDU BACIN diatas adalah rasa rendah hati bagi orang agung, sebab dirinya tidak mau dikatakan bisa, ita Allah. Kebiasaannya orang agung itu setelah membacakan do’a, kemudian meniupkan pada air putih yang untuk obat itu, terkadang air ludahnya muncrat/nyembur. Oleh karena itu daerah tempat tinggal Pangeran Purbaya diberi nama CIBIUK (berasal dari kata CAI BIUK), kemudian berkembang menjadi Desa Cibiuk.

Ketika masa penjajahan Belanda (± tahun 1921) Desa Cibiuk digabung menjadi satu dengan pemerintahan Desa Plumbon.

Enam puluh satu tahun lamanya Desa Cibiuk menjadi satu dengan pemerintah Desa Plumbon dan pada tahun 1982 terjadi pemekaran Desa. Desa Plumbon dimekarkan menjadi dua, yang disebelah utara tetap masuk wilayah Desa Plumbon, sedangkan yang disebelah selatan (Desa Cibiuk) membentuk desa baru yang diberi nama Desa Purbawinangun.

Adapun yang pernah menjabat Kuwu Desa Purbawinangun adalah :

A.    Nama-nama Kuwu Cibiuk yang dapat diketahui, yaitu :
1.    KH. Kasan (Kuwu)    : 1873 – 1902
2.    Ki Katas (Kuwu)    : 1902 – 1921

B.    Nama-nama kuwu Cibiuk digabung dengan Plumbon oleh Pemerintah Belanda yaitu :
1.    Muharam    : 1928 – 1938  Lurah Cantilan
2.    Katim     : 1938 – 1942  Lurah Cantilan
3.    Sugito    : 1942 – 1944  Lurah Cantilan
4.    Moh. Tohir S    : 1944 – 1946  Lurah Cantilan
5.    Maritan    : 1946 – 1964  Lurah Cantilan
6.    Karsa    : 1964 – 1966  Lurah Cantilan
7.    Karija S    : 1966 – 1982  Lurah Cantilan

C.    Nama-nama kuwu Purbawinangun, yaitu :
1.    Usmana Dirat (Pjs)    : 1982 – 1984
2.    Kuwu Karija S    : 1984 – 1993
3.    Sarwan (Pjs)    : 1993 – 1994
4.    Kuwu Renesi Kentas     : 1995 – 2003
5.    Kuwu Nuryadi W.S    : 2003 – sekarang

Baca Selengkapnya »

SEJARAH ASAL USUL DESA PICUNG PUGUR

SEJARAH ASAL USUL DESA PICUNG PUGUR KABUPATEN CIREBON . Kuta Caruban (Cirebon) mengadakan sayembara adu kedigjayaan (kesaktian) untuk bisa mempersunting seorang putri cantik nan rupawan. Konon kecantikan Sang Putri bagaikan bintang dalam kegelapan malam. Putri tersebut tiada lain bernama “Bentang Ayunan”

Sayembara tersebut diikuti semua kalangan dari jawara bahkan sampai pada pinangiran, yang akhirnya tersisa dua ksatria yakni “Jaka Sundang” dan lawan tandingnya bernama “Kuda Pangrawit”.

Pertarungan antara Jaka Sundang dan Kuda Pangerawit sangat seru dan berimbang, sehingga makan waktu yang cukup lama, bahkan selalu berpindah tempat dari satu wilayah ke wilayah lainnya mengantarkan perang tanding antara kedua tokoh tersebut ke satuy dataran yang banyak ditumbuhi pohon picung dan banyak pula mata airnya. Bahkan ditempat inilah, kedua tokoh ini sempat beristirahat dan memakan buah picung untuk menghilangkan rasa lapar. Sebelum meneruskan perang tanding dengan segala daya dan kemampuan yang dimiliki masing-masing, baik itu Jaka Sundang maupun Kuda Pangrawit yang akan menentukan siapa yang pantas mempersunting putri yang bernama “Bentang Ayunan”. Pada suatu kesempatan, Jaka Sundsang melemparkan tubuh Kuda Pangrawit ke arah pohon picung yang buahnya sangat lebat sehingga mengakibatkan pohon picung itu tumbang dan diikuti “bergugurannya buah picung”  tersebut.

Sadar dirinya (Kuda Pangrawit) bisa dilemparkan ke arah pohon picung yang buahnya telah ia makan, dengan kebesaran hati dan jiwa kesatria Kuda Pangrawit mengakui kekalahan dan kesalah pahaman antara dirinya dengan Jaka Sundang.

Saebelum Jaka Sundang menuju Kuta Caruban (Cirebon) untuk mempersunting Bentang Ayunan, beliau memberi nama dataran yang menjadi tempat perang tanding dengan nama “Picung Pugur”. (Picung berarti pohon, Pugur berarti tumbang/berguguran).

Kemenangan Jaka Sundang disambut gembira oleh pembesar Kuta Caruban. Diadakannya jamuan dalam acara pernikahan antara Jaka Sundang dan Bentang Ayunan. Dalam acara tersebut pembesar Kuta Caruban menampilkan kesenian wayang yang dihadiri para Ki Gedeng dan Pinangeran dari seluruh wilayah Kuta Caruban saat itu.
Pada saat munculnya tokoh Togog dalam ceritera wayang tersebut, sontak para tamu undangan yang hadir tertawa terbahak-bahak, tanpa sadar akan adanya Jaka Sundang. Melihat hal tersebut Jaka Sundang merasa dirinya ditertawakan, beliau bergegas kembali ke pedukuhan yang telah diberi nama Pedukuhan “Picung Pugur” dengan semboyan (membawa serta) putri Bentang Ayunan.

Setibanya beliau di tempat yang dituju, Jaka Sundang mengangkat/mengucapkan sumpah yang intinya melarang anak cucunya dan masyarakat Pedukuhan Picung Pugur menampilkan Kesenian Wayang di daerahnya, sebab Jaka Sundang tidak mau ditertawakan seperti kejadian di Kuta Caruban

A.    Peranan Jaka Sundang terhadap nama petilasan (tempat) di Pedukuhan Picung Pugur dan makna yang terkandung didalamnya.
1.    Ketika Jaka Sundang mengemban (menggendong) Bentang Ayunan sampai ke sebuah mata air yang akhirnya tempat itu dikenal dengan nama “Cibangban”. Hal ini sangat mencerminkan betapa melindunginya dan menghargainya, tokoh Jaka Sundang pada seorang wanita.
2.    “Palasah Nunggal” , tempat ini adalah tempat beliau bertapa mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa, dalam arti beliau selalu mengingat “Falsafah Tunggal” (palasah nunggal, diartyikan Falsafah Tunggal) menunjukkan betapa beliau sangat mempunyai pandangan hidup kehidupan, khususnya karena adanya sesuatu yang tunggal yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
3.    Di Hulu Dayeuh (Pusat Desa) ada petilasan berupa Makam Togog (Ki Buyut Busong), beliau mengingatkan para pemimpin Pedukuhan Picung Pugur hendaklah mengambil Falsafah Togog (Ki Buyut Busong), yaitu sebagai pengayom masyarakat.

B.    Peranan Jaka Sundang dalam hal Kebudayaan di Pedukuhan Picung Pugur
1.    Masih berkisar di Hulu Dayeuh (pusat desa/pedukuhan) tidak boleh ada “Bedug”. Dalam arti hakekat “Bedug” adalah suara jantung manusia yang semakin keras suaranya menandakan nafsu amarah yang meliputi tahta, harta, dan wanita.
    Karena melarang adanya bedug, beliau memunculkan penggantinya yaitu “goong” (gong) dengan adanya figur “Ki “Buyut Goong” bunmyi goong secara lahiriah sendiri adalah “gung-gung-gung-ger” (gung berarti Agung dan ger berarti angger/tetap) yang secara hakekat diartikan menyembah “Yang Agung” (Tuhan Yang Maha Esa) harus tetap (angger).
2.    Satu hal lagi terkait sumpah Jaka Sundang adalah melarang anak cucunya dan masyarakat Pedukuhan (desa) Picung Pugur menampilkan kesenian wayang terutama tokoh “Rahwana”. Beliau mengingatkan “Rahwana” adalah simbol “amarah”, raja durjana yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang diinginkannya, baik takhta, harta dan wanita yang semuanya hal semu di dalam kehidupan dunia.
Alangkah besarnya peranan Jaka Sundang dalam hal pembinaan akhlak masyarakat Pedukuhan (Desa) Picung Pugur, terbukti sampai masa sekarang masyarakat Desa Picung Pugur masih menghormati budaya leluhurnya dan sudah mengakar dalam diri masyarakat Desa Picung Pugur.

Letak Geografis Desa Picung Pugur :
-     Sebelah utara, Desa Picung Pugur berbatasan dengan Desa Leuwidingding
-    Sebelah barat, Desa Picung Pugur berbatasan dengan Desa Asem
-    Sebelah selatan, Desa Picung Pugur berbatasan dengan Desa Wilulang
-    Sebelah timur, Desa Picung Pugur berbatasan dengan Desa Karangsuwung

Sebagian besar masyarakat Picung Pugur adalah petani dan pedagang, hal ini mendukung terlahirnya kesenian yaitu Reog. Adapun adat desa di Picung Pugur adalah Mapag Sri (sebagai wujud permohonan manusia pada Tuhan Yang Maha Esa agar diberikan rahmat, barokah dan keselamatan menjelang panen padi) yang keberadaannya sdangat unik bila dihidupkan kembali, sebab ada sebuah pepatah yang mengatakan “Barang siapa yang meninggalkan dan melupakan seni budaya dan para leluhurnya, maka terimalah kehancuran daerah tersebut”.

Daftar Nama-nama Kepala Desa Picung Pugur Kec. Lemahabang Kabupaten Cirebon yang diketahui diantaranya:

1.    Saya    :
2.    Runda    :
3.    Kastam    :
4.    Suta Arja    : 1935 – 1937
5.    Durahim    : 1937 – 1949
6.    Sukra    : 1950 – 1953
7.    Dirja    : 1953 – 1967
8.    Johari    : 1967 – 1968
9.    Jaya    : 1968 – 1984
10.    Endo Iskandar (Pjs)    : 1984 –
11.    Eka Yonanda AR    : 1984 – 1988
12.    Achmad Maksudi (Pjs)    : 1988 – 1994
13.    Sukarta (Pjs)    : 1994
14.    Achmad Maksudi     : 1994 – 2003
15.    Sukarta (Pjs)    : 2003
16.    Ibu Komalasari    : 2003 – sekarang

Untuk saat ini (periode sekarang) tampuk pimpinan Desa Picung Pugur dijabat oleh Ibu Komalasari yang dipilih langsung oleh Masyarakat Desa Picung Pugur adalah bagian dari wilayah Kecamatan Lemahabang Kabupaten Cirebon.   

Baca Selengkapnya »

SEJARAH ASAL USUL DESA PANGGANGSARI

SEJARAH ASAL USUL DESA DESA PANGGANGSARI .Pada jaman dulu di negeri Cempa (wilayah Kamboja) seorang pemuda tampan yang bernama Pangeran Cempa sedang gundah gulana. Beliau belum tahu siapa gerangan ayahandanya. Dalam suatu saat, Pangeran Cempa bertemu dengan seorang yang bernama Jati Suwara. Kemudian terjadilah percakapan sampai akhirnya Pangeran Cempa menanyakan ayahandanya kepada Jati Suwara. “Pangeran, sesungguhnya ayahandamu adalah seorang manusia sakti yang berasal dari tanah Jawa yang bernama Pangeran Walangsungsang bergelar Pangeran Cakrabuana, alias Mbah Kuwu Cerbon, putera maharaja Prabu Siliwangi…”, demikian Jati Suwara menjelaskan. Selanjutnya atas petunjuk Jati Suwara berangkatlah Pangeran Cempa menuju tanah Jawa dengan menggunakan perahu layar.

Perjalanan yang cukup melelahkan itu akhirnya sampai di sebuah muara yang bernama muara Sanggabraja (sekarang Cisanggarung), dan berlabuh di Pulau Madengda (sekarang Losari). Di Pulau Madengda beliau bertemu dengan Pangeran Silih Asih yang sedang melakukan perjalanan ke Cirebon. Seolah mendapat firasat, Pangeran Cempa merasakan dirinya berhadapan dengan seorang sakti yang mampu menunjukkan dimana gerangan ayahanda Pangeran Walangsungsang. Oleh Pangeran Silih Asih dijelaskan bahwa untuk mengetahui letak tanah Cirebon hendaknya melakukan dulu sebuah ritual yaitu bertapa selama empat puluh hari diatas sebuah bara api sambil duduk bersila. Cara tapa seperti itu disebut tapa manggang, layaknya memanggang ikan. Karena keinginan yang begitu kuat untuk bertemu dengan ayahanda Walangsungsang, akhirnya Pangeran Cempa menyanggupi persyaratan tersebut. Sementara itu nampak dari kejauhan Pangeran Silih Asih terkagum-kagum mengamati proses ritual itu sampai selesai. Dengan perasaan kaget bercampur kagum akan kesaktian anak muda itu yang mampu bertahan duduk diatas bara api tanpa merasakan rasa panas.

Sesuai dengan perjanjian, kemudian Pangeran Cempa diantar ke tanah Cirebon. Kemudian tempat Pangeran Cempa bertapa disebut tanah panggang. Kini menjadi nama Desa Panggangsari, karena saat Pangeran Cempa melakukan tapa manggang diatas bara api telah memperoleh sari kehidupan, tidak merasakan panasnya bara api.

Di Cirebon Kanjeng Sunan Gunung Jati sedang bingung memikirkan jubah milik rama uwa Pangeran Walangsungsang yang bergelar Pangeran Cakrabuana, hilang entah kemana. Kesedihan rama uwanya tentu menjadi beban tersendiri bagi diri Kanjeng Sunan, sebab beliau tidak ingin keadaan ini akan menjadi petaka bagi tanah Cirebon.

Sesaat beliau merenung, dan atas kehendak Yang Maha Kuasa tiba-tiba Sunan Jati ujudnya berubah menjadi seorang kakek-kakek yang menamakan dirinya Raga Wiganti. Rasa tanggung jawab terhadap tanah Jawa diwujudkan dengan melakukan pencarian terhadap jubah milik rama uwanya. Di perjalanan tiba-tiba beliau bertemu dengan dua orang pemuda yaitu Pangeran Cempa dan Pangeran Silih Asih yang akan menemui Pangeran Walangsungsang. Setelah mengetahui siapa dan apa maksud dari kedua orang itu, Raga Wiganti menjelaskan bahwa kalau Pangeran Walangsungsang yang dimaksud sedang kehilangan jubahnya. Jika pangeran ingin mengabdi dan berguru agama Islam padanya, pangeran harus mencari jubah tersebut. Raga Wiganti memberi petunjuk melalui mimpinya bahwa yang mencuri selendang adalah seseorang yang sedang semedi di Gunung Ciremai.

Pangeran Cempa menyanggupi persyaratan yang diajukan oleh Kanjeng Sunan Gunung Jati  yang berujud Raga Wiganti, kemudian beliau menuju Gunung Ciremai, sementara Raga Wiganti kembali ke keraton di Cirebon dan Pangeran Silih Asih kembali ke Losari.

Adapun pertapa yang berada di Gunung Ciremai tersebut bernama Pangeran Pegagan. Sudah sekian lama beliau melakukan semedi hingga tanpa disadari dihadapannya sudah berdiri Pangeran Cempa yang siap-siap melakukan serangan. Sadar dalam bahaya Pangeran Pegagan bangkit dari tapanya. Setelah perang mulut antar keduanya terjadilah pertempuran yang hebat. Keduanya adalah pemuda-pemuda sakti yang sulit dicari tandingannya. Beberapa kali Pangeran Pegagan terdesak hingga akhirnya Pangeran Cempa mampu mengunggulinya pada jurus pamungkasnya.

Setelah takluk kepada Pangeran Cempa, Pangeran Pegagan mengajaknya untuk menemui ibunya yang bernama Nyi Dewi Barapanas dan memberi tahu  bahwa Pangeran Cempa adalah puteranya Pangeran Cakrabuana, dan berniat untuk mengambil selendang milik Pangeran Cakrabuana yang telah dicuri oleh Pangeran Pegagan. Betapa kagetnya Nyi Dewi Barapanas mengetahui siapa sesungguhnyaa yang ada dihadapannya, kemudian Nyi Dewi Barapanas mengajukan permohonan kepada Pangeran Cempa, andai sorban Pangeran Walangsungsang dikembalikan melalui puteranya, Pangeran Cempa agar menerima Pangeran Pegagan sebagai muridnya. Pangeran Cempa mengabulkannya, selanjutnya keduanya berangkat diikuti isak tangis Nyi Dewi Barapanas yang ditinggal oleh anaknya Pangeran Pegagan.

Di Keraton Cirebon, Pangeran Cakrabuana begitu kaget dan bahagia mendapatkan sorbannyaa kembali lagi kepangkuannya. Selanjutnya setelah dijelaskan oleh Kanjeng Sunan Gunung Jati bahwa yang mendapatkan kembali jubahnya adalah puteranya, akhirnya mereka berangkulan tanda bahagia. Dan Pangeran Pegagan diterimaa sebagai putera impian dari Nyi Dewi Barapanas.

Pada pemerintahan sekarang Desa Panggangsari berada di Kecamatan Losari Kabupaten Cirebon. Adapun nama-nama kuwu Panggangsari yang diketahui adalah :
1.    Chaerudin    : 1984 – 1994
2.    Suwarno    : 1994 – 2002
3.    H. tajwid    : 2002 – sekarang

Baca Selengkapnya »