SEJARAH DESA DAWUAN KABUPATEN CIREBON




SEJARAH ASAL USUL DESA DAWUAN KABUPATEN CIREBON - Desa Dawuan merupakan salah satu desa termasuk dalam Kecamatan Tengah Tani hasil pemekaran dari Kecamatan Cirebon Barat. Desa ini oleh masyarakat setempat diyakini didirikan oleh Ki Gede Dawuan. Sayang kiprahnya pada masa pemerintahan Sunan Gunung Jati tidak begitu terekam dalam ingatan masyarakat setempat, hanya diketahui keberadaan pasareannya atau kuburan di Nur Giri Cipta Rengga atau Astana Gunung Sembung yang berdampingan dengan Ki Gede Kemlaka dan Ki Gede Pilang yang juga penguasa desa tetangga dari Desa Dawuan. Hal tersebut bukan berarti mengecilkan peran para tokoh yang masih hidup di desa tersebut pada masa nan lampau.

Salah seorang yang begitu sanagat dikenang kiprahnya adalah Ki Buyut Muji. Seperti yang dituturkan oleh keluarga Kyai Haji Irsad Al Amin (Alm) pengasuh Pondok Pesantren Sambi Lawang Raden Syarif Rihani Kusumawijaya (Alm) menyebutkan bahwa nama Ki Buyut Muji sesungguhnya muncul karena setiap saat beliau hanya berwirid dan berzikir memuji Asma-Nya, beliau sesungguhnya bernama Pangeran Abdul Hamid putra dari Pangeran Satarengga. Jika jalur keturunan itu ditarik keatas maka sampailah pada Pangeran Cakrabuana atau embah Kuwu Cerbon, sedangkan menurut Ismail bin Raden Dasuki, Kibuyut Muji adalah putra dari Ki Gede Gesik, sedangkan Pangeran Satarengga adalah mertua beliau. Versi lain siapa Kibuyut Muji ini dituturkan oleh  Kyai Ahmad bahwa Ki Buyut Muji bernama asli Syekh Muhyidin. Nama Muji sendiri muncul sebagai nama samaran karena beliau melakukan gerakan bahwa tanah memberontak terhadap belanda . disebutkan pula bahwa ia adalah pendukung setia dari Pangeran Suryanegara (Mertuanya).

Selain dikenal sebagai ulama dan pejuang beliau juga dikenal sebagai ahli pengairan (water resorch).

Dikisahkan dalam tradisi lisan setempat pada saat belanda membangun  dam / bendungan (Dawuan, Cirebon) di daerah Situ Patok. Namun entah karena apa pekerjaan itu tiada kunjung rampung, berkali-kali dam itu rampung, namun tiba-tiba dam tersebut bobol. Bahkan yang lebih mengerikan seringkali menelan korban jiwa dari para pekerjanya. Hal itu membuat belanda magsyul.

Merekapun lantas mengkonsultasikan kejadian itu kepada Sultan Cerbon. Sang Sultan memberikan kesepakatan untuk membantu pembangunan proyek dam / bendungan tersebut. Hal dimaksudkan agar tidak ada korban jiwa dari para pekerja proyek yang juga jelas-jelas rakyatnya sendiri. Belandapun tidak dapat menolak kesepakatan tersebut, memang hal itu yang mereka harapkan. Harapan agar pundi-pundi kekayaan kerajaan belanda  semakin menggunung.

Selepas itu Sang Sultan memanggil Ki Buyut Muji. Titah beliau kepada Ki Buyut, “ Ki Buyut Muji Aku perintahkan agar engkau menyelidiki penyebab macetnya pembangunan dam/bendungan   di Situ Patok agar tidak semakin banyak nyawa rakyat yang melayang.

“Sendika Gusti hamba akan secepatnya menuntaskan masalah tersebut dan segera memberi laporan. “ jawab Ki Buyut sembari menghatur sembah. Setelah itu lekaslah ia berangkat menuju Situ Patok.

Setibanya disana, dengan teliti dari sudut ke sudut dipandanginya tiap jengkal dam yang belum rampung tersebut. Tentu saja mata yang ia pakai kali ini bukanlah mata lahir melainkan mata batin, sebab sebagai ahli pengairan dari kejauhan saja sebelum sampai di tepi dam, telah tampak jika struktur rancangan bangunan dam itu sudah cukup baik. Di tengah dam yang airnya belum penuh itu terdapat sebuah pulau. Dalam pandangan batinnya terlihat dengan sangat nyata tampak seekor ular naga yang amat besar.

Berjalanlah Ki Buyut Muji  kearah pulau di tengah-tengah dam / bendungan. Sesampainya disana naga sudah menanti dengan mulut menganga hingga taringnya tampak berkilauan oleh sorot mentari.

“Hai manusia, siapa kamu berani-beraninya engkau datang kemari. Apa kau tak tahu betapa banyak bangsamu yang kusantap “ seru ular naga itu.

“Tak kusangka, engkau ular yang sangat pintar, dapat berbicara dalam bahasa manusia.” Kata Ki Buyut Muji. Ketahuilah, lanjutnya, “aku adalah Ki Buyut Muji utusan dari Kanjeng Sultan Cerbon untuk menyelidiki kejanggalan yang ada dalampembuatan dam / bendungan disini. Nyatanya tanpa kutanya kau sudah menjawab sendiri jika kaulah biang onar itu. Sesungguhnya siapa kamu dan apa yang menjadi alasanmu menggangu pekerjaan ini?” tanya Ki Buyut Muji pada sang ular.

“Namaku Sang Nagaraja penguasa tempat ini, Pulau Antaboga.”. Bangsa bule itu tidak tahu ada, seenaknya mengganggu tempat tinggal sesama mahluk Yang Widi.” Katanya sembari terus mendesis. Ki Buyut Muji sekarang paham. “Tapi bukan berarti kau boleh memangsa manusia lainnya yang tidak tahu menahu duduk permasalahannya, mereka hanya kuli, tidak lebih, jelas Ki Buyut Muji.  Jadi lekaslah engkau hentikan perbuatanmu.”

“Kalau Aku teruskan?” tanya sang Nagaraja dengan matanya merah.
“Kau harus bersiap melawanku,” pelan Ki Buyut menjawab.

Tanpa berkata-kata lagi Sang Nagaraja mematuk kea rah kepala Ki Buyut Nuji, sebuah tanda awal pertarungan. Pertarungan itu begitu sengit keduanya pilih tanding, namun kebenaran akan selalu menang. Begitulah yang kemudian terjadi, akhirnya Ki Buyut Muji dapat menundukannya.

“Aku mengaku takluk, “kata Sang Nagaraja kelelahan nampak dalam desahan nafasnya, “Aku tidak akan berani mengganggu pekerjaan ini sedikitpun. Namun akupun mempunyai satu permintaan, setiap tahun ditanggap wayang kulit dan sebagai dalang adalah engkau dan begitu terus-menerus kepada anak keturunanmu.”

“Akan ku laksanakan, bagiku dan Kesultanan Cerbon nyawa serta keselamatan rakyat adalahutama.” Kata Ki Buyut.

Maka Ki Buyut memagang Sang Nagaraja, agar sudi ikut ke Keraton Cerbon, sebagai saksi juga barang bukti atas keberhasilan tugas yang ia embank. Dengan kesaktiannya Nagaraja yang begitu besar dan panjang, dalam genggamannya tiba-tiba saja menyusut hingga sebesar cacing tanah. Oleh Ki Buyut Muji Nagaraja di taruh ke dalam wadah tembakau kesayangannya.

Tak berapa lama Ki Buyut Muji  hadir di Bangsal Prabayaksa Keraton Cerbon di hadapan Sang Sultan Cerbon.

“Kibuyut,” kata Sang Sultan lembut perlahan, “ lekas engkau ceritakan apa yang terjadi dan bagaimana pemecahan masalahnya.

Gusti sesembahan hamba,” katanya perlahan sambil kedua tangannya menjura dengan dahi condong ke bawah, “ Akhirnya hamba mengetahui sebab musababnya, hal itu terjadi karena ada sebangsa ular siluman bernama Nagaraja penguasa Pulau Antaboga, pulau di tengah dam itu. Ia tidak menerima karena tanpa seizinnya sebagai penguasa gaib di sana, Belanda berani membuat dam. Hamba membujuknya agar mau menghentikan segala tindakannya, namun ia melawan. Alhamdulilah atas seizin-Nya ia sanggup hamba taklukan Gusti, bahkan ia hamba bawa serta kemari.”

“Jika begitu aku ingin melihatnya,” kata Sang Sultan dengan penuh minat. Ki Buyutpun menyodorkan wadah tembakau dan dibukanya perlahan-lahan.

Sang Sultan melihat ada seekor ular yang tak jauh beda dengan cacing. Sambil menggeleng-gelengkan kepala ia berkata, “Sungguh heran, ular sebesar ini sanggup menghentikan pekerjaan Belanda yang dilakukan oleh beratus-ratus orang.”

Mendengar hal tersebut Ki Buyut Muji tersenyum simpul, “Gusti ukuran sesungguhnya tidak sekecil ini, silahkan paduka lihat sejenak.” Ia pun menurunkan Nagaraja ke lantai Keraton, dengan sekejap mata Nagaraja kembali keukuran semula konon saking besarnya kepala Nagaraja memenuhi Prabayaksa dan Sri Manganti. Sedangkan ujung ekornya ada di alun-alun Sangkala Buana (alun-alun Keraton Kasepuhan).

Sang Sultan terperanjat, “ Kibuyut lekas kau masukan lagi ketempatnya tadi.” Katanya gusar tanpa bisa menyembunyikan rasa keheranannya. Ki Buyut pun lekas meraih kepala Nagaraja, maka ia pun kembali mengecil, lekas dimasukan  kembali kedalam wadah tembakau.

“Lantas dengan takluknya dia olehmu, itu akan serta merta menghentikan aksi pembunuhan?” tanya Sang Sultan , dengan nada suara yang sudah tenag kembali.

“Pendek kata begitu yang Mulia,” katanya lantas ia melanjutkan, namun itu pun dengan persyaratan setiap tahun di dam itu dipertunjukan wayang kulit dan aku yang menjadi dalangnya, begitu seterusnya hingga anak cucu keturunanku kelak.”

Maka Sang Sultan pun meluluskan permintaan Naga Raja penguasa Pula Antaboga demi ketentraman dan keselamatan rakyat Cerbon. Atas jasanya dalam menghentikan perbuatan Nagaraja, Ki Buyut Muji diberi julukan Ki Buyut Dawuan dan mendapat tanah perdikan (tanah merdeka, tanah yang tidak wajib kena pajak dan upeti kepada Kesultanan, jika pun memberi upeti itu atas dasar kerelaan dibolehkan tidak ada keharusan yang terdiri dari :
1.    Rancang, Luasnya adalah sepanjang sisi selatan jalan raya Cirebon Bandung dari Desa Dawuan hingga Desa Kedung Jaya. Namun sekarang hanya satu blok, nama ini tersemat pada salah satu blok di Desa Dawuan.
2.    Rancang Kawat, Sekarang termasuk ke dalam Desa kemalaka, dan menjadi nama salah satu desa tersebut.
3.    Sina Rancang, Letaknya di sisi Situ Patok sekarang, dan menjadi nama Desa Sina Rancang.

Ki Buyut Muji wafat dan dimakamkan di blok Rancang, sedangkan peninggalannya berupa arit gagangnya berhias kepala Cemental Sekar Pandan atau Curis salah satu dari sembilan tokoh Punakawan dalam Pewayangan Cirebon, dan kain sarungnya masih tersimpan dengan baik oleh anak keturunannya. Pertunjukan wayang kulit di Desa Situ Patok sebagai syarat atau permintaan Sang Nagaraja diketahui terakhir pada tahun 1990- an dengan dalang dari blok Rancang yaitu alm. Ki Dalang Gluwer.

Pemerintah Desa Dawuan sendiri sudah berlangsung sejak lama.

Nama-nama Kuwu Desa Dawuan yang diketahui adalah :
1.    Salamun            : 1970-1985
2.    Aan Anasi        : 1985-1993
3.    Nasikin Abdulah        : 1994-2003
4.    Maana pjs        : 2003-hingga sekarang

Silahkan Berbagi Share Info Ini ke Teman anda Melalui Facebook,Twitter dan Google plus di bawah ini ::




Cara Pasang Kotak Komentar Facebook di Blogspot