SEJARAH ASAL USUL DESA PICUNG PUGUR




SEJARAH ASAL USUL DESA PICUNG PUGUR KABUPATEN CIREBON . Kuta Caruban (Cirebon) mengadakan sayembara adu kedigjayaan (kesaktian) untuk bisa mempersunting seorang putri cantik nan rupawan. Konon kecantikan Sang Putri bagaikan bintang dalam kegelapan malam. Putri tersebut tiada lain bernama “Bentang Ayunan”

Sayembara tersebut diikuti semua kalangan dari jawara bahkan sampai pada pinangiran, yang akhirnya tersisa dua ksatria yakni “Jaka Sundang” dan lawan tandingnya bernama “Kuda Pangrawit”.

Pertarungan antara Jaka Sundang dan Kuda Pangerawit sangat seru dan berimbang, sehingga makan waktu yang cukup lama, bahkan selalu berpindah tempat dari satu wilayah ke wilayah lainnya mengantarkan perang tanding antara kedua tokoh tersebut ke satuy dataran yang banyak ditumbuhi pohon picung dan banyak pula mata airnya. Bahkan ditempat inilah, kedua tokoh ini sempat beristirahat dan memakan buah picung untuk menghilangkan rasa lapar. Sebelum meneruskan perang tanding dengan segala daya dan kemampuan yang dimiliki masing-masing, baik itu Jaka Sundang maupun Kuda Pangrawit yang akan menentukan siapa yang pantas mempersunting putri yang bernama “Bentang Ayunan”. Pada suatu kesempatan, Jaka Sundsang melemparkan tubuh Kuda Pangrawit ke arah pohon picung yang buahnya sangat lebat sehingga mengakibatkan pohon picung itu tumbang dan diikuti “bergugurannya buah picung”  tersebut.

Sadar dirinya (Kuda Pangrawit) bisa dilemparkan ke arah pohon picung yang buahnya telah ia makan, dengan kebesaran hati dan jiwa kesatria Kuda Pangrawit mengakui kekalahan dan kesalah pahaman antara dirinya dengan Jaka Sundang.

Saebelum Jaka Sundang menuju Kuta Caruban (Cirebon) untuk mempersunting Bentang Ayunan, beliau memberi nama dataran yang menjadi tempat perang tanding dengan nama “Picung Pugur”. (Picung berarti pohon, Pugur berarti tumbang/berguguran).

Kemenangan Jaka Sundang disambut gembira oleh pembesar Kuta Caruban. Diadakannya jamuan dalam acara pernikahan antara Jaka Sundang dan Bentang Ayunan. Dalam acara tersebut pembesar Kuta Caruban menampilkan kesenian wayang yang dihadiri para Ki Gedeng dan Pinangeran dari seluruh wilayah Kuta Caruban saat itu.
Pada saat munculnya tokoh Togog dalam ceritera wayang tersebut, sontak para tamu undangan yang hadir tertawa terbahak-bahak, tanpa sadar akan adanya Jaka Sundang. Melihat hal tersebut Jaka Sundang merasa dirinya ditertawakan, beliau bergegas kembali ke pedukuhan yang telah diberi nama Pedukuhan “Picung Pugur” dengan semboyan (membawa serta) putri Bentang Ayunan.

Setibanya beliau di tempat yang dituju, Jaka Sundang mengangkat/mengucapkan sumpah yang intinya melarang anak cucunya dan masyarakat Pedukuhan Picung Pugur menampilkan Kesenian Wayang di daerahnya, sebab Jaka Sundang tidak mau ditertawakan seperti kejadian di Kuta Caruban

A.    Peranan Jaka Sundang terhadap nama petilasan (tempat) di Pedukuhan Picung Pugur dan makna yang terkandung didalamnya.
1.    Ketika Jaka Sundang mengemban (menggendong) Bentang Ayunan sampai ke sebuah mata air yang akhirnya tempat itu dikenal dengan nama “Cibangban”. Hal ini sangat mencerminkan betapa melindunginya dan menghargainya, tokoh Jaka Sundang pada seorang wanita.
2.    “Palasah Nunggal” , tempat ini adalah tempat beliau bertapa mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa, dalam arti beliau selalu mengingat “Falsafah Tunggal” (palasah nunggal, diartyikan Falsafah Tunggal) menunjukkan betapa beliau sangat mempunyai pandangan hidup kehidupan, khususnya karena adanya sesuatu yang tunggal yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
3.    Di Hulu Dayeuh (Pusat Desa) ada petilasan berupa Makam Togog (Ki Buyut Busong), beliau mengingatkan para pemimpin Pedukuhan Picung Pugur hendaklah mengambil Falsafah Togog (Ki Buyut Busong), yaitu sebagai pengayom masyarakat.

B.    Peranan Jaka Sundang dalam hal Kebudayaan di Pedukuhan Picung Pugur
1.    Masih berkisar di Hulu Dayeuh (pusat desa/pedukuhan) tidak boleh ada “Bedug”. Dalam arti hakekat “Bedug” adalah suara jantung manusia yang semakin keras suaranya menandakan nafsu amarah yang meliputi tahta, harta, dan wanita.
    Karena melarang adanya bedug, beliau memunculkan penggantinya yaitu “goong” (gong) dengan adanya figur “Ki “Buyut Goong” bunmyi goong secara lahiriah sendiri adalah “gung-gung-gung-ger” (gung berarti Agung dan ger berarti angger/tetap) yang secara hakekat diartikan menyembah “Yang Agung” (Tuhan Yang Maha Esa) harus tetap (angger).
2.    Satu hal lagi terkait sumpah Jaka Sundang adalah melarang anak cucunya dan masyarakat Pedukuhan (desa) Picung Pugur menampilkan kesenian wayang terutama tokoh “Rahwana”. Beliau mengingatkan “Rahwana” adalah simbol “amarah”, raja durjana yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang diinginkannya, baik takhta, harta dan wanita yang semuanya hal semu di dalam kehidupan dunia.
Alangkah besarnya peranan Jaka Sundang dalam hal pembinaan akhlak masyarakat Pedukuhan (Desa) Picung Pugur, terbukti sampai masa sekarang masyarakat Desa Picung Pugur masih menghormati budaya leluhurnya dan sudah mengakar dalam diri masyarakat Desa Picung Pugur.

Letak Geografis Desa Picung Pugur :
-     Sebelah utara, Desa Picung Pugur berbatasan dengan Desa Leuwidingding
-    Sebelah barat, Desa Picung Pugur berbatasan dengan Desa Asem
-    Sebelah selatan, Desa Picung Pugur berbatasan dengan Desa Wilulang
-    Sebelah timur, Desa Picung Pugur berbatasan dengan Desa Karangsuwung

Sebagian besar masyarakat Picung Pugur adalah petani dan pedagang, hal ini mendukung terlahirnya kesenian yaitu Reog. Adapun adat desa di Picung Pugur adalah Mapag Sri (sebagai wujud permohonan manusia pada Tuhan Yang Maha Esa agar diberikan rahmat, barokah dan keselamatan menjelang panen padi) yang keberadaannya sdangat unik bila dihidupkan kembali, sebab ada sebuah pepatah yang mengatakan “Barang siapa yang meninggalkan dan melupakan seni budaya dan para leluhurnya, maka terimalah kehancuran daerah tersebut”.

Daftar Nama-nama Kepala Desa Picung Pugur Kec. Lemahabang Kabupaten Cirebon yang diketahui diantaranya:

1.    Saya    :
2.    Runda    :
3.    Kastam    :
4.    Suta Arja    : 1935 – 1937
5.    Durahim    : 1937 – 1949
6.    Sukra    : 1950 – 1953
7.    Dirja    : 1953 – 1967
8.    Johari    : 1967 – 1968
9.    Jaya    : 1968 – 1984
10.    Endo Iskandar (Pjs)    : 1984 –
11.    Eka Yonanda AR    : 1984 – 1988
12.    Achmad Maksudi (Pjs)    : 1988 – 1994
13.    Sukarta (Pjs)    : 1994
14.    Achmad Maksudi     : 1994 – 2003
15.    Sukarta (Pjs)    : 2003
16.    Ibu Komalasari    : 2003 – sekarang

Untuk saat ini (periode sekarang) tampuk pimpinan Desa Picung Pugur dijabat oleh Ibu Komalasari yang dipilih langsung oleh Masyarakat Desa Picung Pugur adalah bagian dari wilayah Kecamatan Lemahabang Kabupaten Cirebon.   

Silahkan Berbagi Share Info Ini ke Teman anda Melalui Facebook,Twitter dan Google plus di bawah ini ::




Cara Pasang Kotak Komentar Facebook di Blogspot