SEJARAH ASAL USUL DESA GEMULUNG LEBAK KABUPATEN CIREBON




SEJARAH LENGKAP ASAL USUL DESA GEMULUNG LEBAK KABUPATEN CIREBON - Pada masa zaman Kerajaan Pakuan Pajajaran Prabu Siliwangi namanya ia adalah putera mahkota Prabu Anggalarang berasal dari Galuh yang merupakan daerah keraton Swawisesa yang terletak di Priangan sebelah timur. Pada waktu masih muda Prabu Siliwangi pernah mengikuti sayembara perang tanding yang diselenggarakan pleh Ratu Singapura, bertempat di negeri Surantaka (sekarang berada di wilayah Administrasi Kecamatan Kapetrakan). Dalam sayembara tersebut banyak para jawara atau Ki Gedheng yang mempunyai kesaktian tiada duanya, dalam pertandingan sayembara tersebut terdapat pula Ratu Japura, namun Ratu Japura dapat dikalahkan oleh Prabu Siliwangi, maka Prabu Siliwangi selanjutnya dikawinkan dengan Nyai Subang Larang. Nama kecilnya Nyai Larang Tapa.

Setelah Ki Gedheng Sindang Kasih meninggal dunia, maka Prabu Siliwangi dinobatkan menjadi raja di daerah Sindang Kasih. Selang beberapa lama kemudian dinobatkan menjadi raja di Pakuan Pajajaran oleh uwaknya dengan gelar Prabu Dewata Wisesa. Keraton tersebut berkedudukan di Pakuan yang bernama Sang Bhima (Sri Bhima Untarayana mandura Surapati). Selanjutnya Nyai Subang Larang diboyong ke keraton Pajajaran.

Sekitar abad XV perkembangan agama Islam  mulai berkembang di tatar Sunda dan Jawa, adapun pusatnya di Gunung Sembung dan Amparan Jati. Disitu terdapat sebuah pedukuhan yang bernama pesambangan. Juga terdapat sebuah pelabuhan bernama Muara Jati, maka dengan demikian setiap hari banyak orang-orang datang dari berbagai negara lain: Cina, Parsi Arab, Malaka, Tunasik, Palembang, Jawa Timur, dsb. Sehingga di daerah tersebut semakin hari semakin ramai, karena banyak dikunjungi dari berbagai negara, sehingga rakyatnya subur makmur. Apalagi di waktu malam gemerlap lampu mercusuar sebagai tanda untuk berlabuhnya kapal dagang. Mercusuar tersebut dibangun oleh Laksamana Fe Ho yang dipimpin oleh Wei Ping dalam rangka expedisi dagang. Sebagai Syah Bandar pelabuhan Mura Jati yaitu Ki Jumajan Jati. Setelah selesai pembangunan menara tersebut, lalu sebagai upahnya diberikan beras, tuton, tertasi, garam dan kayu jati.

Dalam pengembangan ajaran Agama Islam, kian hari kian berkembang semakin pesat, maka tak heran apabila di peguron Pasambangan banyak para santri yang mampu untuk dapat menyebarkan ke pelosok-pelosok pedukuhan di wilayah Sunda dan Jawa, yang memang pada waktu itu masih menganut agama Budha. Karena tidak menutup kemungkinan banyak Adipati dari Galuh juga ingin mengembangkannya, seperti Adipati Gelong, Majagede, Karangbanjar, Ki Browes, tetapi dengan bekal ketegaran dan iman yang ditanamkan kepada para santri, sehingga dapat meluluhkan hati nurani tanpa adanya kekerasan, sehingga para adipati dari Galuh tersebut pada akhirnya memeluk Agama Islam.

Kedatangan Eyang Kafhi dan saudara perempuan yang bernama Nyai Remis berasal dari Rembang. Beliau adalah seorang ulama yang punya pendirian sangat teguh dan tidak mau dijajah atau dipengaruhi oleh siapapun. Ia ingin memperdalam ajaran Islam di tanah Cerbon, dengan tekad dan semangat yang membara, sehingga apa yang mereka cita-citakan dapat tercapai.

Lama kelamaan Eyang Kafhi banyak para santrinya yang kelak bisa untuk menggantikan Eyang Kafhi. Para santri diberikan bekal yang cukup, baik secara lahir maupun secara bathin, sehingga apa yang diharapkan dapat terwujud.

Para santri-santri tersebut yang dianggap sudah cukup mampu, antara lain :
1.   Buyut Samba (Astarudin)
2.   Buyut Deleg
3.   Buyut Dadung – (Adung Kaler).
4.   Buyut Pasarean

Maka dengan sendirinya Eyang Kafhi hanya tinggal melakukan semedi. Beliau secara lahir tidak mementingkan urusan keduniawian, hanya yang ingin ia lakukan mendekatkan diri kepada sang Kholik.

Adapun saudara perempuan yang bernama Nyai Remi dijodohkan dengan Buyut Samba (Astarudin). Dalam mengarungi bahterai rumah tangga, beliau dikaruniai seorang puteri bernama Al Maijah adalah puteri pertama dari Badariyah. Sebagai pembantu Eyang Kafhi yang sangat setia yaitu Nyai Buyut Putih. Beliau tidak pernah membeda-bedakan  anatar majikan dan pembantu, sehingga masyarakat menganggapnya seperti keluarga saja.

Setelah apa yang dicita-citakan oleh Eyang Kafhi terkabul, ia menghembuskan nafasnya yang terakhir. Adapun kuburan Eyang Kafhi, Buyut Al Maijah dan Buyut Putih berada di Desa Putat Kecamatan Sedong, hingga sampai akhir hayatnya masih banyak dikunjungi  dari berbagai daerah, apakah itu hanya sekedar ziarah, bahkan ada yang melakukan tirakat untuk mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa, karena di tempat tersebut sangat menunjang diantaranya jauh dari keramaian juga terdapat mushola.

Para penziarah datang dari berbagai penjuru seperti Garut, Ciamis, Krawang, dsb. Apalagi pada saat hari Kamis malam Jum,’at Kliwon sangat banyak para penziarah, hanya saja ditempat tersebut masih belum tertata secara rapih.

Sepeninggalnya beliau, maka tempat tersebut diteruskan oleh para santri-santri untuk mengambil suatu keputusan berlandaskan musyawarah dan mufakat. Gum (dari Bahasa Belanda) yaitu setuju, sedangkan ulung (orang-orang yang paling luhur/ulung). Jadi kata Gemulung yaitu hasil keputusan dari orang-orang yang mempunyai pandangan jauh kearah depan demi kemajuan daerah tersebut, maka dengan sendirinya tempat tersebut sampai sekarang dijadikan sebuah nama suatu desa Gemulung.

Sesuai dengan kemajuan, Gemulung terbagi menjadi 3 yaitu Gemulung Tonggoh, Gemulung Lebak dan Lebak Mekar.

Buyut Al Maijah mempunyai beberapa putera diantaranya :
1.   K. Badariyah/Khodijah punya anak Badariyah/Aisyah, dikawin oleh K. Akhirudin (memuliakan agama keturunan Adipati Gelong).
2.   K. Masud                      menetap di Panawuan Cilimus
3.   K. Dabasari                   menetap di Sangkan Urip
4.   K. Kana’ah                   menetap di Timbang
5.   K. Idrus                        menetap di Cikancas
6.   K. Mampura                 menetap di Randubawa Mandirancan
7.   Nyai Maryam                menetap di Nanggela
8.   Nyai Urairah                 menetap di Gemulung
9.   Nyai Tarpiyah               menetap di Gemulung

Beliau-beliau tersebut keseluruhannya adalah pengasuh para santri yang ikut berperan aktif dalam mengembangkan Agama Islam.

Luas wilayah Gemulung Lebak ± 650 Ha, dengan jumlah penduduk ± 8.046 jiwa, adapun mata pencahariannya sebagian besar adalah buruh tani, dagang, tani, dll.

Nama-nama Kuwu Kepala Desa Gemulung Lebak yang dapat diketahui antara lain :
1.   Kuwu Bewu
2.   Kuwu Lasem
3.   Kuwu Ungkang
4.   Kuwu Jamaca
5.   Kuwu Tipan ± 1 tahun
6.   Kuwu Kontrak ± 40 tahun
7.   Kuwu Sudarya
8.   Kuwu Suiban
9.   Kuwu Rosidi
10. Kuwu Suiban
11. Kuwu Iti Darsiti 

Silahkan Baca Juga SEJARAH ASAL USUL DESA DUKUH WIDARA KABUPATEN CIREBON


Silahkan Berbagi Share Info Ini ke Teman anda Melalui Facebook,Twitter dan Google plus di bawah ini ::




Cara Pasang Kotak Komentar Facebook di Blogspot