SEJARAH ASAL USUL DESA TUK




SEJARAH ASAL USUL DESA TUK KABUPATEN CIREBON . Kalau kita tengok pada masa yang telah silam sebelum adanya Keraton Pakungwati, maka kita akan teringat sebuah nama Desa yang sangat harum pada masa itu yaitu Desa Mertasinga yang letaknya disebelah Utara kira-kira 3,5 Km dari Amparan Jati atau lebih populernya Astana Gunung Jati disisi kiri dari sungai Bondet yang berada di wilayah Kecamatan Cirebon Utara, disitu terdapat  Benda Cagar Budaya (BCB) Lawang Gede atau Lawang Si Blawong. Dahulu adalah merupakan bekas peninggalan nama Kerajaan Singapura, adapun batas-batasnya dapat diperkirakan sebelah utara dengan Nagari Surantaka yang sekarang berada di wilayah Kapetakan di sebelah selatan dengan Nagari Wanagiri yang sekarang Kecamatan Cirebon Selatan dan dengan Nagari Japura yang menjadi raja di Singapura yaitu Ki Gedheng Sura Wijaya  Sakti, setelah kakeknya meninggal, Pangeran Cakra Buana tidak bersedia menggantikan kedudukannya, Pangeran Cakra Buana mendapatkan warisan harta bendanya, lalu ia gunakan untuk membangun sebuah Istana yang diberi nama Pakungwati ( Keraton Kasepuhan ) nama tersebut diambil dari nama putri kesayangannya.

Istana Keraton Pakungwati mengalami perkembangan yang sangat pesat disegala bidang, baik di bidang ekonomi, sosial budaya dan menjalin hubungan kerja sama dengan Negara-negara lain seperti Cina, India, Mesir, antara tahun 1445-1462 Cerbon mengalami kemajuan yang sangat luar biasa, karena dasar-dasar dalam menjalankan roda pemerintahan yaitu ahklaq aqidah Islam, yang ditanamkan oleh Pangeran Cakra Buana dan Sunan Gunung Jati sebagai penerusnya, sehingga Sunan Gunung ditetapkan sebagai Penatagama.

Pada masa pemerintahan Sultan Sepuh I terjadi musim kemarau yang sangat panjang sehingga balong / kolam yang berada di dalam Keraton tersebut mengalami kekeringan bahkan sampai berimbas pada masyarakat Cerbon. Untuk mengatasi hal itu para abdi dalam dikumpulkan untuk diadakan musyawarah guna mencari suatu pemecahan untuk mengatasi kekeringan yang semakin berkepanjangan, karena air merupakan sumber kebutuhan yang sangat pokok.

Dari hasil musyawarah dan mufakat tersebut dapat diambil suatu keputusan untuk mencari sumber mata air yang ada di wilayah Cerbon karena ia yakin di bumi Cerbon ini banyak kekayaan alam yang berlimpah ruah asalkan kita sendiri mau berusaha tanpa mengenal menyerah.

Hasil dari keputusan masyarakat tersebut maka Sultan Sepuh menugaskan kepada H. Mancur Jaya dipercaya sebagai sesepuh dan dibantu oleh  beberapa rekannya, tugas yang diembannya ia terima dengan penuh rasa tanggung jawab , mereka  tanpa mengenal lelah kesana kemari mencari sumber mata air akan tetapi belum juga ditemukan, maka mereka memohon kepada yang maha kuasa agar diberikan suatu petunjuk untuk mendapatkan sumber mata air lalu dengan jalan melaksanakan sholat, akan tetapi untuk mengambil air wudlu pun setetes tidak ada air, maka atas ridhonya, tongkat yang dibawa oleh H. Mancur ditancapkan ke tanah maka keluarlah air yang sangat deras (sumber mata air = Tuk). Sehingga seluruh sumur  yang berada di sekelilingnya penuh dengan air, maka seluruh rakyat berduyun-duyun  untuk mengambil air sebagai kebutuhan sehari-hari. H. Mancur selanjutnya membuat parit mengalirkan air dari Tuk ke Keraton Pakungwati, dengan demikian kebutuhan air untuk Keraton tersebut bisa tercukupi.

Akan tetapi banyak orang-orang Cina yang mengambil air di tuk tersebut, disitu terjadi kesalahpahaman antara masayarakat setempat dengan orang-orang Cina sehingga banyak orang Cina yang dibunuh / disembelih dengan pakai landasan kayu, sehingga air yang mengalir dari tuk sampai ke Keraton Pakungwati berwarna merah. Sedangkan kayu untuk landasan tersebut dinamakan perbatang yang artinya kayu penuh dengan darah. Kayu tersebut dibungkus dengan kain putih lalu diarak, sampai sekarang masih diperingati setiap tanggal 19-20 (Rabiul Awal) dengan diiringi do’a-do’a dan marhaban.

H. Mancur Jaya setelah mendapatkan sumber mata air terpikat pada seorang gadis yang bernama nyai Gedheng Tuk. Daerah tempat keluarnya sumber mata air/tuk sekarang diabaikan menjadi sebuah nama Desa Tuk. Dulu Desa Tuk  masuk dalam wilayah Kecamatan Cirebon Barat, sekarang termasuk wilayah Kecamatan Kedawung, karena Kecamatan Cirebon Barat tahun 2006 dimekarkan menjadi 2 Kecamatan yaitu Kecamatan Kedawung dan Kecamatan Tengah Tani.

Keberadaan balong tuk tersebut kini masih terawat dengan baik, yang merawat balong tersebut sebagai juru kunci Bapak R. Supardjo beliau sangat peduli dengan Benda Cagar Budaya, bahkan di balong tersebut tertulis UU Benda Cagar Budaya No. 5 tahun 1992. Di balong Tuk tersebut walaupun kemarau yang sangat panjang tetapi sumber mata airnya tak pernah habis walaupun disampingnya terjadi kekeringan, jumlah penduduk Desa Tuk kurang lebih 6.000 Jiwa terdiri dari 7 Rw 28 Rt, sekolah dan sarana peribadahannya cukup memadai.

Nama-nama Kuwu Tuk Kab Cirebon  yang dapat diketahui :

1.    Minut   
2.    Tarbi
3.    Badawi
4.    Dulkamid
5.    Sabilah
6.    Samika 2 priode
7.    Suherman

Silahkan Berbagi Share Info Ini ke Teman anda Melalui Facebook,Twitter dan Google plus di bawah ini ::




Cara Pasang Kotak Komentar Facebook di Blogspot