SEJARAH ASAL USUL DESA UJUNGGEBANG KABUPATEN CIREBON . Desa Ujunggebang adalah salah satu dari 12 desa di wilayah Kecamatan Susukan Kabupaten Cirebon yang letaknya paling ujung barat laut berbatasan dengan wilayah Kabupaten Indramayu.
Desa yang memiliki luas 633 Ha ini masyarakatnya masih sangat kuat dalam melestarikan adat istiadat dan memiliki berbagai jenis kesenian, hutan lindung (tanah adapt/Wali Surat) serta dikelilingi 9 pecanden/petilasan ini asal usulnya sebagai berikut:
Setelah Syarif Hidayatullah dinobatkan raja di Keraton Pakungwati Cirebon sebagai Saunan di Gunung Jati tahun 1482 M, mempunyai Wadyabala dan Bayangkari Keraton Pakungweati yang sangat tangguh yang dipimpin oleh P. Carbon (putranya Mbah Kuwu Cakra Buana) dengan sebutan Senopati Yuda Laga (Panglima Perang Keraton Cirebon). P. Carbon mempunyai bawahan ayang patuh, setia dan pemberani bernama Anyung Brata.Anyung Brata mengandung arti A= Aku, Nyung = selalu siap siaga, Brata = perang.
Anyung Brata selalu berada di barisan depan bila ada kerusuhan, peperangan dan keributan, karena keberaniannya itu Anyung Brata selalu disayang oleh P. Carbon sebagai panglima perang.
Untuk menambah keprawiraan, Kedigjayaan, kanuragan dan pengetahuan keagamaan serta kema’rifatan, P. Carbon dan Anyung Brata berguru ilmu kepada seorang Wali yang mempuni dalam kema’rifatan ialah Sekh Lemah Abang/Sekh Siti Jenar/Sekh Jabal Rantah. Yang mengajarkan Si’ah Munta Dzar atau paham Wihdatul Wujud/manunggale kawula lan Gusti.
Oleh Dewan Wali ajaran Sekh Lemah Abang dianggaop menyimpang karena tidak sesuai dengan Syareat Islam, dan dianggap mengganggu proses penyebaran Syareat Islam.
Atasan usulan para Wali Sultan Demak sebagai besan dan sesama ratu/raja di Jawadwipa yang menganut ajaran Islam (agama ageing aji) mengirim surat kepada Sunan Gunung Jati dan pasukan yang tangguh sebanyak 700 orang untuk menangkap dan membunuh Sekh Lemah Abang beserta para muridnya.
Kedatangan pasukan Demak dengan jumlah besra ini, membuat kaget bayangkari keratin Pakungwati. Setelah tahu maksud dan tujuannya untuk membunuh Sekh Lemah Abang beserta murid dan para penganutnya, P. Carbon sebagai Panglima Perang dan juga sebagai murid andalan Sekh Lemah Abang menjadi tegang, karena hampir 80 % wadyabala dan Bayangkari Keraton Pakungwati adalah muridnya Sekh Lemah Abang.
Untuk menghindari pertumpahan darah anatara wadyabala Demak dan Cirebon, sesepuh Cirebon Mbah Kuwu Cirebon dan para pelaksana hukum serta para senopati keraton Cirebon yaitu Pangeran Kejaksan, Pangeran Panjunan, Ki Ageng Bungko dan Pangeran Carbon, menyarankan agar yang diadili adalah Sekh Lemah Abang saja sebagai Maha Guru yang harus mempertanggungjawabkannya. Usulan itu disepakati kemudian diadakan sidang tuntutan/gugatan para Wali kepada Sekh Lemah Abang yang digelar di Masjid Agung Sang Ciptarasa Cirebon.
Dengan peristiwa itu para bekas murid Sekh Lemah Abang selalu diawasi oleh para penganut Sya’fei, Hanafi, dan Hambali.
Untuk menenangkan diri dan menahan diri jangan sampai terjadi “perang kadang ibur batur”
Anyung Brata membawa istri tercintanya Nyi Mas Kejaksan putrid P.Kejaksan dan abdinya yang setia yaitu Ki Gawul (Ki Tambak) dan Ki Santani (Ki Bogo), keduanya dari daerah Pasundan. Meninggalkan Keraton Pakungwati ke arah barat daya Wilayah Keraton Pakungwati Cirebon di perbatasan wilayah Darma Ayu (Indramayu). Anyung Brata dan pengikutnya menyamar seperti masyarakat biasa lalu membuka hutan untuk dijadikan Pedukuhan.
Waktu babad alas karena tak ada air, Nyi Mas Kejaksan meminta kepada suaminya supaya dicarikan air untuk minum dan masak.
Dengan ilmu kesaktiannya Buyut Anyung Brata menjejak Bumi 3x saking kerasnya jejakan kaki Buyut Anyung Brata tanah itu berlubung dan mengeluarkan air walaupun sedikit tapi ada.
Belik ini diberi nama belik / sumur Satana (asat tapi ana)
Perang kadang ibur batur, sebuah guyon tonton atau disebut pula ungkapan tradisi yang mempunyai arti kiasan yaitu perang saudara
namun setelah diminum airnya terasa asin seperti air laut, kemudian Buyut Anyung Brata mencari lokasi/tanah yang tepat ke arah tenggara ± 150 m supaya airnya tawar. Dengan jejakan kaki yang lebih kuat, maka tanahpun berlubang sangat dalam dan mengeluarkan air deras, rasanya tawar diberi nama Sumuran.
Tanah di hutan ini sangat subur cocok untuk pertanian dan palawija. Buyut Anyung Brata membabat hutan untuk dijadikan sawah dan diberi nama blok Si Berkat/Sri Berkah, Sri berarti padi, Berkah berarti diharapkan mendapat berokah atau dinamakan Si Berkat.
Kita tunda Buyut Anyung Brata, di tepi pantai wilayah Darma Ayu tepatnya di Desa Junti ada seorang aki dan nini yang punya tanaman palawija (Kebon Jagung), mempunyai seorang anak angkat Nyi Mas Pandan Sari atau disebut Nyi Mas Junti.
Di pagi hari yang sangat cerah Nyi Pandan Sari mandi dan mencuci pakaian di sungai (kedokan), sinar mentari pagi nan cerah menerpa wajah Nyi Mas Pandan Sari yang cantik jelita bagai bidadari dari kayangan.
Tanpa disengaja ada seorang laksamana dan saudagar kaya dari negeri Cina bernama Sampo Kong/Sampo To Alang atau disebut Dampu Awang mendekati Nyi Mas Junti yang sedang mandi, timbul hasratnya untuk meminangnya, namun karena belum kenal Ki Dampu Awang melangkah mendekatinya untuk mengenalkan diri dan menyampaikan hasratnya, namun Nyi Mas Junti yang masih muda belia ini sangat ketakutan melihat ada orang asing yang mendekatinya, ia lari meninggalkan sungai/kedokan. Dikemudian hari tempat itu menjadi desa Junti Kedokan.
Dampu Awang merasa gugup lalu segera mengejarnya namun kehilangan jejak, Nyi Mas Junti sembunyi di Kebon Jagung, disaat kebingungan dating aki dan nini, Ki Dampu Awang menanyakan apakah ada gadis yang berlari kesini? Dan menerangkan cirri-cirinya Aki dan Nini tersenyum, dan menjelaskan bahwa gadis itu anak angkatnya bernama Nyi Mas Pandan Sari. Lalu Ki Dampu Awang bermaksud melamarnya. Nyi Mas Junti yang sedang bersembunyi karena ketakutan membuat batang jagung bergerak-gerak, Dampu Awang segera mendekatinya. Nyi Mas Junti lari meninggalkan Kebon Jagung. Tempat itu kelak menjadi Desa Junti Kebon.
Nyi Mas Junti terus lari karena ketakutan (Jawa = Ke wedhi en), kelak tempat ini menjadi Desa Junti Wedhen, Wedhen dari kata Wedhi en. Tanpa piker panjang Nyi Mas Junti menyelinap ke dalam rumpun bamboo berduri (Cirebon = Pring Ori), begitu sadar dirinya sudah berada di tengah rumpun bamboo berduri.
Melihat Nyi Mas Junti masuk ke rumpun bamboo/Pring Ori yang lebat Ki Dampu Awang tidak kehilangan akal, ia menaburkan kepingan uang emas dengan jumlah sangat banyak ke rumpun bamboo itu. Dalam benaknya percuma kaya harta benda tapi tidak bisa hidup bersanding dengan Nyi Mas Junti, lalu Ki Dampu Awang mengundang masyarakat, setelah kumpul Ki Dampu Awang mengumumkan bagi siapa saja yang ingin kaya atau memiliki banyak emas silahkan ambil uang emas yang saya taburkan di rumpun bamboo yang lebat ini. Sepontan masyarakat tersebut menebang batang bamboo berduri sambil memunguti uang emas, dengan suara gaduh batang bamboo yang roboh disertai sorak-sorai, karena keinginan mendapatkan kepingan emas, sampai sekarang orang Junti banyak memiliki emas yang banyak.
Seorang Wali bernama Sekh Bentong sedang n’jaring (mencari ikan) di tepi pantai, sayup-sayup mendengar sorak-sorai yang gaduh, karena penasaran ia mendekati sumber suara. Setelah bertanya kepada seseorang tentang permasalahannya, Sekh Benthong semedi sejenak, setelah mendapat wangsit/firasat bahwa Nyi Mas Junti tidak ditakdirkan berjodoh dengan Ki Dampu Awang, Ki Sekh Benthong secepat kilat menyambar tubuh Nyi Mas Junti yang tengah memegang erat batang bambu berduri (Pring Ori), yang nyungat/Cirebon. Tinggalse batang. Tempat itu kelak menjadi Desa Junti Nyungat.
Mengetahui Nyi Mas Junti dibawa lari oleh seseorang, maka Dampu Awang segera mengejarnya. Menurut mitos Dampu Awang mengejar Nyi Mas Junti menaiki perahu dan melayang terbang di angkasa, Ki Sekh Benthong dengan kemampuan ilmunya bagaikan kidang kencana dapat lari cepat sambil menggendong Nyi Mas Junti, sampai di perbatasan wilayah Cirebon, karena haus Nyi Mas Junti minta berhenti mencari air untuk minum, melihat ada Belik dan ada airnya. Nyi Mas Junti minum air itu dan Belik itu kelak diberi nama Sumur Pandan Sari. Yang letaknya di Desa Candang Pinggan kecamatan Kertasmaya Kabupaten Indramayu.
Kemudian Ki Sekh Bentong dan Nyi Mas Junti berjalan kaki memasuki wilayah Keraton Cirebon bertemu dengan Buyut Anyung Brata yang sedang mencangkul sawah adat Sri Berkah/Si Brekat, setelah berkenalan Sekh Bentong menitipkan Nyi Mas Pandan Sari/Nyi Mas Junti kepada Buyut Anyung Brata dan menceriterakan perihal Nyi Mas Junti.sampai akhir. Untuk mengecoh Dampu Awang yang masih mengejarnya Ki Sekh Benthong (seorang Wali), menancapkan teken / Cirebon, tongkat bambu/pring wulu wungwang lalu diberi rajah/isim/arab gundul, maka seketika “teken” itu hilang timbul menjadi hutan belantara dan diberi nama Alas Wali Surat. Alas = hutan, Wali = seorang wali, Surat = berbentuk surat yang berisi rajah/isim, dan selanjutnya keselamatan Nyi Mas Pandan Sari/Nyi Mas Junti diserahkan kepada Buyut Anyung Brata dan menyarankan agar menikahinya, kemudian Sekh Bentong permisi guna melanjutkan perjalanan.
Karena kuatir keberadaan Nyi Mas Junti diketahui oleh Dampu Awang, maka Buyut Anyung Brata mencari akal, lalu Nyi Mas Junti dibawa naik ke ujung/pucuk pohon Gebang yang daunnya lebar menyerupai kipas, kemudian Nyi Mas Junti dibungkus dengan daun Gebang yang paling ujung sehingga tidak kelihatan.
Dengan peristiwa itu, maka pedukuhan tersebut diberi nama Pedukuhan Ujunggebang, Ujung = pucuk, Gebang = daun pohon Gebang yang lebar bertangkai seperti kipas. Kini Pedukuhan Ujung Gebang menjadi Desa Ujunggebang.
Ki Dampu Awang dating ke Pedukuhan Ujunggebang, namun terkena pengaruh ilmu gaib yang dipasang oleh Ki Sekh Benthong, sehingga di mata Ki Dampu Awang bukan Pedukuhan yang nampak, namun hutan belantara Alas Wali Surat. Ki Dampu Awang naik perahu lagi terus terbang ke angkasa ke arah barat daya, namun taak ada tanda-tanda Nyi Mas Junti berada, terus diulang bolak-balik sampai sepuluh kali (balen) karena lelah dan putus asa Ki Dampu Awang duduk merenung di dekat parit/kalen, tempat itu diberi nama Kalen Sepuluh. Kalen = Parit, Sepuluh = bolak-balik (balen 10 kali).
Ki Dampu Awang didatangi Ki Sekh Benthong untuk memberitahu bahwa Nyi Mas Junti/Nyi Mas Pandan Sari bukan jodohnya, dan jodohnya Ki Dampu Awang nanti ketemu di Trusmi, sebaiknya engkau segera pergi ke Trusmi, lalu aki tua itu hilang. Ki Dampu Awang terperanjat karena belum sempat bertanya siapa bakal jodohnya itu. Ki Dampu Awang segera meninggalkan tempat Kalen Sepuluh menuju Trusmi.
Kepergiannya Ki Dampu Awang, Nyi Mas Junti/Nyi Mas Pandan Sari yang dibungkus daun Gebang paling ujung itu dilepaskan, lalu menikah dengan Buyut Anyung Brata menjadi istri kedua.
Di Pedukuhan Buyut Anyung Brata dibantu para kerabatnya membuat mesjid deengan Pengimbaran bergambar Banas Pati yang mengandung filosofi: ilmu Ma’rifat tentang hidup di alam fana kita akan memasuki alam Baso/kelanggengan.
Ki Gawul dan Ki Samtami bertugas sebagai keamanan di pedukuhan Ujunggebang. Ki Gawul bertugas jaga malam mengelilingi desa dengan naik kuda dan pos jaga di Wangan Jaga Dalu/perbatasan Ujunggebang-Desa Bunder, Ki Samtami bertugas jaga siang dengan berkuda mengelilingi desa dan pos jaga di sungai Jaga Siang (sebelah timur Desa Ujunggebang).
Mereka kerja tanpa pamrih, oleh karena itu sebagai rasa terima kasih, masyarakat Ujunggebang apabila lewat di jaga siang dan jaga dalu memberi sedekah, melempar uang, kue atau makanan lainnya sampai sekarang masih dilaksanakan.
Ki Gawul juga berjasa, karena bisa membendung (Nambak) Kedung Paren yang sangat curam/yang sulit dilewati, oleh masyarakat yang akan menuju Situs Buyut Murti/Makam Kidul, maka Ki Gawul disebut Ki Tambak.
Buyut Anyung Brata setelah menikah dengan Nyi Mas Pandan Sari/Nyi Mas Junti membuat pesawahan di blok Banyu Kuning ± 1 ha, dibantu Kurung/orang dari desa Wot Galih. Nyi Mas Kejaksan gugut karena dia sebagai istri tua cuma ½ ha, di tanah Si Brekat. Kemudian Buyut Anyung Brata merenung sambil membuat kitiran di blok Ki Penggung, dengan kesaktiannya, bila Kitiran diterpa angin yang kencang terus berbunyi icik-icik jegur padi yang telah dipanen di tanah Si Brekat itu berbuah lagi, terus dipanen berbuah lagi seterusnya. Waktu itu yang membantu menuai padi orang Gunung Sari, karena kesal panennya tidak selesai-selesai selalu berbuah terus, oleh orang Gunung sari sawah itu dibakar supaya cepat habis. Kini sawah itu tidak seperti yang dulu biola dipanen sekali selesai..
Setelah usia senja Buyut Anyung Brata wafat, atas jasa beliau sebagai Bayangkari Keraton Pakungwati, dan untuk mempererat hubungan antara kawula dan gusti, Buyut Anyung Brata dimakamkan di komplek Makam Sunan Gunung Jati di sebelah barat (blok Kemungkuran). Sejak itu sampai sekarang masyarakat Desa Ujunggebang setiap habis panen dan setiap bulan Maulud berziarah ke Astana Gunung Jati dan Makam Buyut Anyung Brata/Ki Gede Ujunggebang.
Nyi Mas Kejaksan setelah wafat dimakamkan di Desa Ujunggebang, begitu juga Nyi Mas Pandan Sari/Nyi Mas Junti setelah wafat dimakamkan di Desa Ujunggebang. Oleh karena itu setiap acara Mapag Sri dan Unjungan, masyarakat dari Desa Junti Kedokan, Junti Kebon, Junti Wedhen dan Junti Nyungat selalu dating berziarah di Makam Nyi Mas Junti yang berada di Desa Ujunggebang.
Makam Nyi Mas Kejaksan dan Nyi Mas Junti dipelihara oleh abdinya yang setia yaitu Buyut Jembar sampai dengan keturunannya yaitu sebagai juru kunci sampai sekarang.
Adapun Ki Samtani setelah wafat dimakamkan di Situs Ki Bogo yang letaknya di tengah Desa Ujunggebang, sedangkan Ki Gawul setelah wafat dimakamkan di pojok sebelah tenggara Desa Ujunggebang di dekat Kedsung Paren yang ditambak olehnya, dan masyarakat Ujunggebang menyebutnya Situs Ki Tambak.
Peninggalan Sejarah :
1. Cungkup Nyi Mas Kejaksan 12.
Situs Buyut Murti/Makam Kidul2. Cungkup Nyi Mas Junti 13. Situs Ki Penggung
3.
Bumi Keranginan 14. Balong
4. Bumi Kerayunan 15. Sumuran
5.
Pendopo Buyut Ujunggebang 16. Sumur Satana
6. Masjid Banas Pati 17. Makam Gathu
7. Situs Nyi Waja 18. Makam Dawa
8. Petapan 19. Sawah Si Brekat (Sri Berkah)
9. Kalen Sepuluh 20 Sawah Banyu Kuning
10. Situs Ki Bogo 21. Sawah Petajenan
11. Situs Ki Tambak 22. Sawah Pelumbungan
Adat yang masih melekat
1. Sedekah Bumi 19. Nyalini Klambu
2. Unjungan 20. Nyalini Makam
3. Mapag Sri 21. Nyurtanah
4. Teka Tamba 22. Nelung Dina
5 Tandur Pelumbungan 23. Mitung Dina
6. Tandur Petajenan 24. Matang Puluh
7. Nrukah 25. Nyatus
8. Petapan 26. Mendhak
9. Seba astana – Trusmi 27. Nyewu
10. Mapag tanggal 28. Lamaran
11. Ngunjung Wulanan 29. Memitu
12. Bubur Sura 30. Khitanan
13. Ngapem 31. Penganten Sunat
14. Maleman 32. Nglangkahi
15. Mbobot 33. Rasulan
16. Ngukur 34. Geyong
17. Ngapit 35. Mudun Lemah
18. Mayu Buyut
Benda Cagar Budaya
1. Hutan Lindung Wali Surat
2. Fosil Batu Nyi Waja 16 buah
3. Pengibaran Banas Pati
4. Lumbung Pedaringan Kebek
5. Lumbung Silara Denok
6. Pecacahan (perangkat tenun dan alat rumah tangga)
7. Kantong Baruba
8. Tetekan Sirnabaya
9. Bendel/Bareng Simangangkang
10. Lukisan Rama , Shinta, Laksamana
11. Tunggak Jati
12. Batu-batuan yang tersebar di :
- Tegal Setra
- Tegal Pandes
- Tegal Nyi Batu
Organisasi Kesenian
1. Sanggar Mekar Budaya 8. Kuda Depok
2. Wayang Kulit 9. Buroq
3. topeng 10. Organ Tunggal
4. Sandiwara 11. Rebana
5. Macapat Cirebon 12. Genjring Putri
6. Jaran Kepang 13. Genjring Ketipling
7. Singa Depok 14. Tarling Klasik
15. Reyog.
Juru Kunci Situs Buyut Ujunggebang :
1. Buyut jembar
2. Buyut Sam
3. Buyut Naru
4. Buyut linten
5. Buyut Mureh
6. Buyut Ipen
7. Buyut Narsa
Kunci Tua : Kunci Nom :
8. Buyut Jarmi Buyut Arti
9. Buyut Nawan Buyut Warsa
10. Buyut Narsa Buyut Warseni
11. Buyut Karniyah Buyut Tajem
12. Buyut Warseni Buyut Warsana
13. Kunci Nurwitem/Casma
14. Kunci Karim
15. Kunci Kasmita
16. Kunci Wasja
17. Kunci Narpan